SELAMAT DATANG ANANDA KELAS X BARU TAHUN PELAJARAN 2025/2026 DI ALMAMATER TERCINTA SMAN 1 PANGALENGAN, SEMOGA SUKSES!!

Selasa, 22 Juli 2025

ANTROPEDIA

 MENELISIK KEARIFAN LOKAL DI TIGA KAMPUNG ADAT SUNDA

Oleh: Redaksi Literatsmansa

 

Ananda yang pinter, indikator Kelestarian budaya Sunda dapat dilihat melalui berbagai hal, termasuk keberadaan kampung adat di dalamnya. Berbeda dengan kampung lain yang sudah lebih modern, kampung adat masih memegang nilai-nilai tradisional dalam keseharian mereka serta menerapkan adat istiadat warisan budayanya. Suku Sunda (mendiami sebagaian wilayah Jawa bagian Barat) memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, salah satunya tercermin dalam bentuk kearifan lokal yang berkembang di komunitas adat. Di wilayah Tatar Sunda, terdapat tiga komunitas adat besar (diperkirakan ada 37 kampung adat yang masih eksis sampai saat ini) yang masih mempertahankan tradisi leluhur secara konsisten, yaitu Kampung Adat Cipta Gelar (Kabupaten Sukabumi), Kampung Naga (Kabupaten Tasikmalaya), dan Komunitas Baduy (Kabupaten Lebak, Banten). Meskipun ketiganya berakar dari budaya Sunda, terdapat perbedaan mencolok dalam sistem nilai, pola kehidupan, dan relasi dengan modernitas….yuk kita telisik satu-satu!!!

 
Sumber: https://jabar.inews.id/berita/fakta-dan-kebiasaan-unik-orang-sunda

 1. Asal Usul dan Sejarah Komunitas

  • Cipta Gelar merupakan bagian dari komunitas Kesepuhan Banten Kidul, didirikan oleh Abah Anom sekitar abad ke-14. Komunitas ini masih menjalankan sistem kepemimpinan adat yang kuat dan menjaga hubungan spiritual dengan alam.
  • Kampung Naga adalah komunitas adat yang diyakini berdiri sejak abad ke-16. Masyarakatnya menetap di lembah Sungai Ciwulan dan mempertahankan struktur sosial tradisional.
  • Komunitas Baduy terbagi menjadi Baduy Dalam dan Baduy Luar, berasal dari masyarakat Kanekes. Mereka dikenal sebagai masyarakat yang sangat tertutup terhadap pengaruh luar, terutama Baduy Dalam yang sangat ketat terhadap adat.

 

Sumber: https://www.merdeka.com/jabar/berawal-dari-panggilan-khas-ningrat-ini-6-fakta-nama-nama-orang-sunda

2. Sistem Kepercayaan dan Spiritualitas

  • Cipta Gelar menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, namun banyak warganya yang juga memeluk agama Islam secara sinkretik. Ritual adat seperti Seren Taun masih dijalankan sebagai bentuk syukur panen.
  • Kampung Naga juga menjalankan kepercayaan Sunda yang dipadukan dengan nilai-nilai Islam tradisional. Ritual seperti mapag Sri dan hajat bumi masih dilestarikan.
  • Komunitas Baduy, khususnya Baduy Dalam, memegang teguh ajaran Sunda Wiwitan secara murni, menolak agama formal dan melarang penggunaan teknologi modern dalam kehidupan sehari-hari.

 
Sumber: https://rri.co.id/bogor/wisata/51493/sunda-wiwitan-dalam-era-modernisasi-bertoleransi

3. Hubungan dengan Alam dan Teknologi

  • Cipta Gelar sudah mulai mengadopsi teknologi terbatas, seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro, tetapi tetap menolak penggunaan teknologi digital modern seperti televisi dan internet.
  • Kampung Naga masih mempertahankan larangan terhadap listrik dan alat elektronik, serta menjaga larangan pembangunan permanen di wilayah adat.
  • Baduy Dalam menolak total semua bentuk teknologi modern, termasuk alat transportasi, listrik, dan ponsel. Mereka menjalani hidup dengan berjalan kaki dan tidak menggunakan alas kaki.

 
Sumber: https://coretanpulpenku.wordpress.com/2017/03/27/pos-blog-pertama/

 

4. Struktur Sosial dan Kelembagaan Adat

  • Cipta Gelar dipimpin oleh seorang Abah (pemimpin adat) yang memiliki otoritas dalam urusan sosial, politik, dan spiritual. Struktur sosialnya terbuka terhadap pendidikan formal dan pengunjung dari luar.
  • Kampung Naga dipimpin oleh tokoh adat yang disebut Kuncen, dengan struktur sosial yang relatif tertutup namun lebih toleran terhadap pengunjung luar.
  • Baduy Dalam dipimpin oleh Pu’un, yang dianggap suci dan menjadi pusat keputusan dalam masyarakat. Struktur sosial sangat tertutup, dan ada larangan keras bagi orang luar untuk tinggal lama atau menikah dengan warga Baduy Dalam.

 
Sumber: https://artikel.rumah123.com/tradisi-sunda

5. Keterbukaan terhadap Pendidikan dan Pariwisata

  • Cipta Gelar sudah mendirikan sekolah berbasis adat dan menerima kunjungan wisata edukatif yang dikontrol oleh komunitas.
  • Kampung Naga menerima wisatawan dengan pengawasan ketat, tetapi tidak membuka diri terhadap pembangunan sekolah modern di lingkungan adat.
  • Komunitas Baduy, terutama Baduy Dalam, menolak pendidikan formal. Baduy Luar lebih fleksibel, namun tetap menjaga batas-batas adat.

 
Sumber: https://radartasik.disway.id/read/643716/lestarikan-budaya-sunda-anak-anak-tk

Ananda yang sedang baca, Ketiga komunitas adat tersebut merupakan contoh nyata bagaimana kearifan lokal tumbuh dan berkembang sesuai konteks lingkungan dan nilai leluhur. Meskipun sama-sama berasal dari budaya Sunda, Cipta Gelar menunjukkan sikap adaptif terhadap teknologi, Kampung Naga berada di titik tengah antara konservatif dan terbuka, sedangkan Komunitas Baduy, terutama Baduy Dalam, bersikap sangat konservatif dan eksklusif.

Pemahaman terhadap perbedaan ini penting dalam upaya pelestarian budaya dan pengembangan kebijakan pembangunan berbasis kearifan lokal…So, Think Globally, but Act Locally

Rujukan:


Ekadjati, E.S. (2002). Kehidupan Masyarakat Adat di Tatar Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Permana, C.E. (2010). Ritual dan Religi Masyarakat Baduy. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Zakaria, Y. (2012). Kearifan Lokal dan Pelestarian Lingkungan pada Masyarakat Adat. Jurnal Antropologi Indonesia, 33(1), 56–68.

Sibarani, R. (2013). Nilai-Nilai Kearifan Lokal: Konsep dan Aktualisasinya dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta: Balai Pustaka.

Komalasari, K., & Saripudin, D. (2018). Kearifan Lokal sebagai Basis Pengembangan Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 3(1), 1–15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANTROPEDIA

  MENELISIK KEARIFAN LOKAL DI TIGA KAMPUNG ADAT SUNDA Oleh: Redaksi Literatsmansa   Ananda yang pinter, indikator Kelestarian budaya Sun...