MENELISIK KEARIFAN LOKAL DI TIGA KAMPUNG ADAT SUNDA
Oleh: Redaksi Literatsmansa
Sumber: https://jabar.inews.id/berita/fakta-dan-kebiasaan-unik-orang-sunda
1. Asal Usul dan Sejarah Komunitas
- Cipta Gelar merupakan bagian dari komunitas Kesepuhan
Banten Kidul, didirikan oleh Abah Anom sekitar abad ke-14. Komunitas
ini masih menjalankan sistem kepemimpinan adat yang kuat dan menjaga
hubungan spiritual dengan alam.
- Kampung Naga adalah komunitas adat yang diyakini berdiri
sejak abad ke-16. Masyarakatnya menetap di lembah Sungai Ciwulan dan
mempertahankan struktur sosial tradisional.
- Komunitas Baduy terbagi menjadi Baduy Dalam dan Baduy
Luar, berasal dari masyarakat Kanekes. Mereka dikenal sebagai
masyarakat yang sangat tertutup terhadap pengaruh luar, terutama Baduy
Dalam yang sangat ketat terhadap adat.
Sumber: https://www.merdeka.com/jabar/berawal-dari-panggilan-khas-ningrat-ini-6-fakta-nama-nama-orang-sunda
2. Sistem Kepercayaan dan Spiritualitas
- Cipta Gelar menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, namun
banyak warganya yang juga memeluk agama Islam secara sinkretik. Ritual
adat seperti Seren Taun masih dijalankan sebagai bentuk syukur
panen.
- Kampung Naga juga menjalankan kepercayaan Sunda yang
dipadukan dengan nilai-nilai Islam tradisional. Ritual seperti mapag
Sri dan hajat bumi masih dilestarikan.
- Komunitas Baduy, khususnya Baduy Dalam, memegang teguh
ajaran Sunda Wiwitan secara murni, menolak agama formal dan melarang
penggunaan teknologi modern dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber: https://rri.co.id/bogor/wisata/51493/sunda-wiwitan-dalam-era-modernisasi-bertoleransi
3. Hubungan dengan Alam dan Teknologi
- Cipta Gelar sudah mulai mengadopsi teknologi terbatas,
seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro, tetapi tetap menolak
penggunaan teknologi digital modern seperti televisi dan internet.
- Kampung Naga masih mempertahankan larangan terhadap
listrik dan alat elektronik, serta menjaga larangan pembangunan
permanen di wilayah adat.
- Baduy Dalam menolak total semua bentuk teknologi modern,
termasuk alat transportasi, listrik, dan ponsel. Mereka menjalani
hidup dengan berjalan kaki dan tidak menggunakan alas kaki.
Sumber:
https://coretanpulpenku.wordpress.com/2017/03/27/pos-blog-pertama/
4. Struktur Sosial dan Kelembagaan Adat
- Cipta Gelar dipimpin oleh seorang Abah (pemimpin adat)
yang memiliki otoritas dalam urusan sosial, politik, dan spiritual.
Struktur sosialnya terbuka terhadap pendidikan formal dan pengunjung dari
luar.
- Kampung Naga dipimpin oleh tokoh adat yang disebut Kuncen,
dengan struktur sosial yang relatif tertutup namun lebih toleran terhadap
pengunjung luar.
- Baduy Dalam dipimpin oleh Pu’un, yang dianggap suci
dan menjadi pusat keputusan dalam masyarakat. Struktur sosial sangat
tertutup, dan ada larangan keras bagi orang luar untuk tinggal lama atau
menikah dengan warga Baduy Dalam.
Sumber:
https://artikel.rumah123.com/tradisi-sunda
5. Keterbukaan terhadap Pendidikan dan Pariwisata
- Cipta Gelar sudah mendirikan sekolah berbasis adat dan
menerima kunjungan wisata edukatif yang dikontrol oleh komunitas.
- Kampung Naga menerima wisatawan dengan pengawasan ketat,
tetapi tidak membuka diri terhadap pembangunan sekolah modern di
lingkungan adat.
- Komunitas Baduy, terutama Baduy Dalam, menolak pendidikan
formal. Baduy Luar lebih fleksibel, namun tetap menjaga batas-batas adat.
Sumber: https://radartasik.disway.id/read/643716/lestarikan-budaya-sunda-anak-anak-tk
Ananda yang sedang baca, Ketiga komunitas adat tersebut merupakan contoh nyata bagaimana kearifan lokal tumbuh dan berkembang sesuai konteks lingkungan dan nilai leluhur. Meskipun sama-sama berasal dari budaya Sunda, Cipta Gelar menunjukkan sikap adaptif terhadap teknologi, Kampung Naga berada di titik tengah antara konservatif dan terbuka, sedangkan Komunitas Baduy, terutama Baduy Dalam, bersikap sangat konservatif dan eksklusif.
Pemahaman terhadap perbedaan ini penting dalam upaya
pelestarian budaya dan pengembangan kebijakan pembangunan berbasis kearifan
lokal…So, Think Globally, but Act Locally
Rujukan:
Ekadjati, E.S. (2002). Kehidupan Masyarakat Adat di
Tatar Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.
Permana, C.E. (2010). Ritual dan Religi Masyarakat
Baduy. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Zakaria, Y. (2012). Kearifan Lokal dan Pelestarian
Lingkungan pada Masyarakat Adat. Jurnal Antropologi Indonesia,
33(1), 56–68.
Sibarani, R. (2013). Nilai-Nilai Kearifan Lokal:
Konsep dan Aktualisasinya dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta: Balai Pustaka.
Komalasari, K., & Saripudin, D. (2018). Kearifan
Lokal sebagai Basis Pengembangan Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, 3(1), 1–15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar