Minggu, 20 April 2025

SOCIAL SCIENCES

 

Kecerdasan Buatan (AI) dalam Perspektif Sejarah: Dari Imajinasi Masa Lalu ke Realitas Masa Kini

Oleh: Pepi Munawwir Hafidz, S.Pd *)

(Foto:Dibuat Oleh AI ChatGPT)

Teknologi selalu berkembang seiring waktu, dan salah satu bentuk teknologi yang sedang banyak diperbincangkan saat ini adalah Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan (AI). AI adalah teknologi yang memungkinkan mesin atau komputer untuk meniru cara berpikir, belajar, dan mengambil keputusan seperti manusia. Kita mungkin mengenalnya melalui aplikasi seperti Siri, Google Assistant, ChatGPT, atau bahkan mobil tanpa pengemudi.

Namun, pertanyaannya adalah: apakah AI hanya milik masa kini? Bagaimana sejarawan melihat fenomena ini? Dan mengapa penting bagi kita, sebagai pelajar sejarah, untuk memahami AI melalui lensa sejarah?

 

(Foto:Dibuat Oleh AI ChatGPT)

Dari Imajinasi Kuno hingga Mimpi Modern: Jejak Awal AI

Meskipun istilah “AI” baru digunakan pada abad ke-20, gagasan tentang kecerdasan buatan bukan hal yang benar-benar baru. Dalam banyak peradaban kuno, manusia sudah membayangkan keberadaan makhluk ciptaan yang memiliki kemampuan berpikir atau bertindak seperti manusia.

  • Dalam mitologi Yunani, ada kisah Talos, makhluk logam raksasa yang diciptakan oleh Dewa Hephaestus untuk menjaga pulau Kreta. Ia digambarkan sebagai robot pelindung pertama dalam sejarah cerita manusia.
  • Dalam mitos Yahudi, dikenal pula makhluk bernama Golem, yang diciptakan dari tanah liat dan dihidupkan melalui ritual sihir untuk melayani manusia.
  • Dalam dunia sastra, novel seperti Frankenstein (1818) karya Mary Shelley sudah mengangkat tema penciptaan makhluk cerdas buatan manusia—sebuah refleksi awal dari dilema etis penciptaan AI.

Semua ini menunjukkan bahwa manusia sejak dulu memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang besar tentang kemungkinan menciptakan “makhluk buatan”.

 

Revolusi Industri dan Awal Modernisasi Teknologi

Memasuki abad ke-18 dan 19, Revolusi Industri membawa perubahan besar dalam cara manusia hidup dan bekerja. Mesin-mesin mulai menggantikan pekerjaan manusia, dan masyarakat pun mulai bertransformasi dari agraris ke industri. Di sinilah teknologi mulai menunjukkan kekuatan pengubahnya—dan sejarah mencatat bagaimana perubahan ini tidak hanya membawa kemajuan, tapi juga persoalan sosial baru seperti eksploitasi tenaga kerja, kesenjangan ekonomi, dan urbanisasi besar-besaran.

Seiring berjalannya waktu, terutama setelah Perang Dunia II, ilmuwan mulai mengembangkan komputer. Salah satu tokoh penting adalah Alan Turing, seorang matematikawan Inggris yang mengembangkan konsep mesin universal—yang kelak menjadi dasar dari komputer modern dan gagasan awal tentang kecerdasan buatan. Tahun 1956, dalam konferensi di Dartmouth College, Amerika Serikat, istilah Artificial Intelligence resmi digunakan untuk pertama kalinya.

(Foto:Dibuat Oleh AI ChatGPT)

AI dan Revolusi Digital: Masa Kini yang Menantang

Saat ini kita hidup dalam era yang disebut sebagai Revolusi Industri 4.0, di mana AI menjadi salah satu kekuatan utama yang mendorong perubahan di berbagai bidang:

  • Pendidikan: AI digunakan untuk membuat platform belajar adaptif, menerjemahkan bahasa, dan membantu siswa memahami materi lebih cepat.
  • Kesehatan: AI bisa menganalisis hasil rontgen, mendeteksi penyakit lebih dini, dan bahkan membantu proses diagnosa.
  • Industri dan bisnis: Banyak pekerjaan yang dulu dikerjakan manusia kini digantikan oleh sistem otomatis dan algoritma pintar.
  • Media dan hiburan: AI digunakan untuk membuat musik, menulis berita, dan menyusun rekomendasi tontonan di YouTube atau Netflix.

Namun, semua kemajuan ini juga membawa tantangan baru: hilangnya lapangan pekerjaan, ketimpangan akses teknologi, pertanyaan etika tentang hak privasi, dan bahkan kekhawatiran akan masa depan umat manusia di tangan mesin.

 

Apa yang Dikatakan Sejarah tentang Teknologi?

Dalam ilmu sejarah, kita belajar bahwa setiap kemajuan besar dalam teknologi selalu diikuti oleh perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Lihatlah:

  • Penemuan mesin cetak oleh Gutenberg (abad ke-15) membuka akses ilmu pengetahuan, tapi juga menyebabkan ketegangan sosial dan reformasi keagamaan.
  • Penemuan mesin uap dan pabrik membawa kemajuan ekonomi, tapi juga eksploitasi pekerja anak dan polusi.
  • Penemuan internet memudahkan komunikasi global, namun juga menimbulkan hoaks, kejahatan siber, dan kecanduan digital.

Dengan kata lain, sejarah selalu mengingatkan kita bahwa teknologi bukan hanya soal kecanggihan, tapi juga soal tanggung jawab. AI pun demikian—muncul sebagai solusi, namun juga membawa tantangan yang perlu dikaji secara kritis.

 

Refleksi untuk Pelajar: Mengapa Ini Penting Bagi Kita?

Sebagai pelajar yang mempelajari sejarah, kamu memiliki peran penting dalam memahami teknologi seperti AI secara utuh, bukan hanya dari sisi teknis, tapi juga dari dampak sosial, etika, dan nilai kemanusiaannya.

  • Apakah AI akan memperkuat kesetaraan atau justru memperlebar kesenjangan?
  • Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dari perkembangan AI?
  • Bagaimana kita bisa menggunakan AI secara bertanggung jawab?

Pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa dijawab hanya oleh ilmuwan komputer. Kita semua—termasuk pelajar sejarah—perlu terlibat dalam percakapan ini.


Penutup: Menulis Sejarah Masa Depan

AI memang bukan bagian dari masa lalu, tapi memahami AI membutuhkan pengetahuan sejarah. Karena dengan sejarah, kita bisa melihat bagaimana ide-ide berkembang, bagaimana manusia mengambil keputusan, dan bagaimana dampak jangka panjang suatu inovasi teknologi bisa terjadi.

Mempelajari sejarah bukan berarti hanya mengenang masa lalu. Mempelajari sejarah adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan dengan lebih bijak. Dan dalam dunia yang dipenuhi teknologi seperti sekarang, pelajaran sejarah justru semakin relevan.

Kita semua sedang menulis sejarah baru—sejarah manusia dan mesin. Pertanyaannya adalah: peran seperti apa yang ingin kamu mainkan di dalamnya?

*) Guru Mapel Sejarah di SMAN 1 Pangalengan

5 komentar:

HISTORICA

  "Kisah Teh Pangalengan : “Dari Ladang Kolonial hingga Kebanggaan Nasional" Oleh: Rifki Rahman Hakim, S.Pd *) Akhir-akhir in...