SELF
HARM
“Jejak
Kesakitan Di Kulit Jiwa”
Oleh: Yuli Yuliani, S.Pd *)
Mari
kita telaah lebih dalam tentang dunia yang seringkali tersembunyi ini. Bukan
untuk menghakimi, melainkan untuk memahami, untuk menghilangkan stigma, dan
untuk membuka jalan bagi empati dan harapan. Karena di balik setiap luka yang
terlihat, ada hati yang merindukan kesembuhan dan jiwa yang mendambakan
kedamaian. Inilah prolog tentang luka di balik kulit, sebuah undangan untuk
melihat lebih dekat, mendengar lebih saksama, dan mengulurkan tangan dengan
pemahaman.
Sumber: https://id.pikbest.com/backgrounds/labyrinth-navigating-the-a-blue-ball-in-3d-render_9734273.html
Self-harm,
atau perilaku menyakiti diri sendiri, adalah tindakan yang kompleks dan
seringkali disalahpahami. Ini bukanlah upaya bunuh diri, meskipun meningkatkan
risiko bunuh diri jika tidak ditangani. Sebaliknya, self-harm adalah mekanisme
koping yang maladaptif yang digunakan individu untuk mengatasi rasa sakit
emosional yang intens dan sulit ditanggung. Memahami akar permasalahan,
berbagai bentuk, fungsi "sementara" yang dirasakan, serta dampak
jangka panjangnya adalah krusial untuk memberikan dukungan yang tepat dan
efektif.
Definisi dan Spektrum Perilaku Self-Harm:
Self-harm
mencakup berbagai tindakan di mana seseorang secara sengaja melukai tubuhnya
sendiri. Beberapa bentuk self-harm yang umum meliputi:
·
Menyayat (Cutting): Menggunakan benda
tajam (silet, pisau, pecahan kaca) untuk membuat luka di kulit. Ini adalah
bentuk self-harm yang paling sering dilaporkan.
·
Membakar (Burning): Menggunakan api,
rokok, atau benda panas lainnya untuk membakar kulit.
·
Memukul atau Membenturkan Diri (Hitting/Head
Banging): Memukul diri sendiri atau membenturkan kepala ke benda keras.
·
Menggaruk (Scratching): Menggaruk kulit
secara berlebihan hingga berdarah.
·
Mencubit atau Menggigit Diri (Picking/Biting):
Mencubit atau menggigit kulit hingga memar atau luka.
·
Meracuni Diri Sendiri (Overdosing):
Mengonsumsi obat-obatan atau zat berbahaya dalam dosis yang tidak mematikan,
dengan tujuan untuk menyakiti diri sendiri secara fisik atau emosional.
·
Mengganggu Penyembuhan Luka: Sengaja membuka
atau menginfeksi luka yang sudah ada.
·
Penting untuk dicatat bahwa intensitas luka
fisik tidak selalu mencerminkan tingkat keparahan rasa sakit emosional yang
dialami individu. Luka yang tampak ringan bisa menjadi indikasi pergulatan
batin yang sangat dalam.
Sumber:
https://www.gurugeografi.id/2019/03/pengertina-ciri-perilaku-menyimpang.html
Mengapa Seseorang Melakukan Self-Harm? (Fungsi "Sementara"):
Self-harm
bukanlah tindakan acak atau sekadar mencari perhatian. Bagi individu yang
melakukannya, ini seringkali berfungsi sebagai cara untuk:
·
Melepaskan Emosi yang Tak Tertahankan: Rasa
sakit emosional yang intens seperti marah, sedih, cemas, atau frustrasi yang
tidak dapat diungkapkan atau dikelola dapat "dikeluarkan" melalui
rasa sakit fisik. Tindakan menyakiti diri bisa memberikan katarsis sesaat.
·
Mengalihkan Rasa Sakit Emosional ke Fisik:
Rasa sakit fisik yang ditimbulkan dapat menjadi distraksi dari beban emosi yang
terasa terlalu berat untuk ditanggung. Fokus pada sensasi fisik dapat
memberikan jeda sementara dari penderitaan psikologis.
·
Merasakan Sesuatu (Ketika Mati Rasa): Beberapa
individu yang mengalami trauma atau depresi berat dapat merasa mati rasa secara
emosional. Self-harm dapat memberikan sensasi fisik yang membuktikan
bahwa mereka masih "hidup" dan "merasakan".
·
Menghukum Diri Sendiri: Perasaan bersalah,
malu, atau tidak berharga yang mendalam dapat dimanifestasikan dalam tindakan
menyakiti diri sebagai bentuk hukuman atas kesalahan yang dirasakan.
·
Mendapatkan Kendali: Dalam situasi hidup yang
terasa kacau dan di luar kendali, menyakiti diri sendiri bisa memberikan ilusi
kendali atas tubuh dan rasa sakit. Ini bisa menjadi cara untuk merasa
"berdaya" dalam satu-satunya hal yang mereka rasa bisa mereka atur.
·
Berkomunikasi (Meskipun Tidak Sehat): Self-harm
terkadang menjadi cara bagi individu yang kesulitan mengungkapkan perasaan
mereka secara verbal untuk menunjukkan betapa sakitnya mereka. Ini bisa menjadi
"teriakan diam" untuk mendapatkan bantuan.
Sumber: https://jogja-training.com/pelatihan-etika-komunikasi-dan-perilaku-kantor/
Faktor Risiko dan Penyebab yang Mendasari:
Self-harm
jarang terjadi dalam isolasi. Biasanya, ada berbagai faktor risiko dan masalah
kesehatan mental yang mendasarinya, termasuk:
·
Riwayat Trauma: Pengalaman traumatis di masa
kecil atau dewasa (pelecehan fisik, emosional, seksual, penelantaran) adalah
faktor risiko yang signifikan.
·
Gangguan Kesehatan Mental: Depresi, gangguan
kecemasan (terutama gangguan kecemasan umum dan gangguan panik), gangguan
kepribadian borderline (BPD), gangguan makan, dan gangguan stres pasca-trauma
(PTSD) seringkali terkait dengan self-harm.
·
Kesulitan Regulasi Emosi: Individu yang
kesulitan mengidentifikasi, memahami, dan mengelola emosi mereka mungkin lebih
rentan terhadap self-harm sebagai cara untuk mengatasi perasaan yang intens.
·
Harga Diri Rendah: Perasaan tidak berharga dan
pandangan negatif terhadap diri sendiri dapat berkontribusi pada self-harm
sebagai bentuk hukuman diri.
·
Kesulitan dalam Hubungan Interpersonal:
Masalah dalam hubungan, isolasi sosial, atau riwayat kekerasan dalam rumah
tangga dapat menjadi pemicu.
·
Penyalahgunaan Zat: Penggunaan alkohol dan
narkoba dapat menurunkan inhibisi dan memperburuk masalah kesehatan mental,
meningkatkan risiko self-harm.
·
Pengaruh Sosial: Paparan terhadap self-harm
melalui teman sebaya atau media (terutama tanpa konteks yang tepat) dapat
menjadi faktor risiko bagi beberapa individu yang rentan.
·
Riwayat Keluarga: Adanya anggota keluarga
dengan riwayat self-harm atau gangguan kesehatan mental dapat
meningkatkan risiko.
Sumber:
https://www.gleneagles.com.sg/id/health-plus/article/sleep-and-mental-wellness
Dampak Jangka Panjang Self-Harm:
Meskipun
memberikan kelegaan sesaat, self-harm memiliki konsekuensi jangka
panjang yang merugikan:
·
Luka Fisik dan Komplikasi Medis: Bekas luka
permanen, infeksi, kerusakan saraf, dan risiko komplikasi medis lainnya.
·
Peningkatan Risiko Bunuh Diri: Self-harm
adalah faktor risiko yang signifikan untuk percobaan bunuh diri di masa depan.
·
Masalah Kesehatan Mental yang Berkelanjutan: Self-harm
seringkali memperburuk masalah kesehatan mental yang mendasarinya dan dapat
menciptakan siklus negatif.
·
Rasa Bersalah dan Malu: Setelah melakukan self-harm,
individu seringkali merasa bersalah, malu, dan semakin terisolasi.
·
Kesulitan dalam Hubungan: Perilaku self-harm
dapat memengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan.
·
Stigma dan Diskriminasi: Individu yang
melakukan self-harm seringkali menghadapi stigma negatif dari
masyarakat, yang dapat menghambat mereka mencari bantuan.
·
Kesulitan Fungsional: Masalah kesehatan mental
dan emosional yang terkait dengan self-harm dapat mengganggu kemampuan
individu untuk berfungsi di sekolah, pekerjaan, dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Sumber: https://id.pngtree.com/free-backgrounds-photos/perasaan-terisolasi
Bagaimana Mengenali Tanda-Tanda Self-Harm:
Mengenali
tanda-tanda self-harm bisa menjadi langkah pertama untuk menawarkan
bantuan. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai meliputi:
·
Luka atau bekas luka yang tidak dapat
dijelaskan, terutama di area yang mudah disembunyikan (pergelangan tangan,
lengan, paha).
·
Sering mengenakan pakaian lengan panjang atau
celana panjang bahkan dalam cuaca panas.
·
Menarik diri dari teman dan aktivitas sosial.
·
Perubahan suasana hati yang signifikan,
termasuk peningkatan iritabilitas, depresi, atau kecemasan.
·
Pembicaraan atau tulisan tentang menyakiti
diri sendiri, rasa sakit, atau kematian.
·
Penemuan benda-benda tajam, korek api, atau
obat-obatan dalam jumlah yang mencurigakan.
·
Penurunan prestasi akademik atau kinerja
kerja.
·
Perasaan bersalah, malu, atau tidak berharga
yang berlebihan.
·
Pola makan atau tidur yang terganggu.
Sumber:
https://bencoolentimes.com/intervensi-gangguan-pola-tidur-definisi-jenis-dan-cara-pengobatan/
Bagaimana Membantu Seseorang yang Melakukan Self-Harm:
Merespons
dengan tepat sangat penting ketika mengetahui seseorang melakukan self-harm:
·
Tetap Tenang dan Empati: Hindari panik,
menghakimi, atau menyalahkan. Tunjukkan kepedulian dan keinginan untuk
membantu.
·
Dengarkan Tanpa Menghakimi: Berikan ruang bagi
mereka untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa interupsi atau kritik.
·
Validasi Perasaan Mereka: Akui rasa sakit
emosional yang mereka alami, meskipun Anda tidak memahami alasannya. Hindari
mengatakan hal-hal seperti "Kamu tidak punya alasan untuk merasa seperti
itu."
·
Tekankan Bahwa Anda Peduli dan Ingin Membantu:
Yakinkan mereka bahwa mereka tidak sendirian dan ada bantuan yang tersedia.
·
Dorong Mereka untuk Mencari Bantuan
Profesional: Sarankan mereka untuk berbicara dengan psikolog, psikiater, atau
profesional kesehatan mental lainnya. Tawarkan bantuan untuk mencari informasi
atau membuat janji temu.
·
Fokus pada Perasaan, Bukan Hanya Perilaku:
Cobalah untuk memahami apa yang mendasari tindakan self-harm mereka.
·
Jangan Membuat Janji yang Tidak Bisa Anda
Tepati: Hindari berjanji untuk merahasiakan semuanya jika Anda merasa mereka
berisiko.
·
Jaga Diri Sendiri: Mendukung seseorang yang
melakukan self-harm bisa sangat melelahkan secara emosional. Pastikan
Anda juga memiliki dukungan.
Pengobatan dan Dukungan Profesional:
Self-harm
dapat diobati dengan efektif melalui pendekatan yang komprehensif, termasuk:
Terapi
Individu:
·
Dialectical Behavior Therapy
(DBT): Terapi yang mengajarkan keterampilan regulasi emosi, toleransi terhadap
tekanan, kesadaran penuh (mindfulness), dan efektivitas interpersonal. Ini
sering menjadi pilihan utama untuk mengatasi self-harm.
·
Cognitive Behavioral Therapy
(CBT): Membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku
negatif yang berkontribusi pada self-harm.
·
Terapi Berbasis Mentalisasi (MBT): Membantu
individu memahami pikiran dan perasaan diri sendiri dan orang lain, yang dapat
meningkatkan regulasi emosi dan hubungan interpersonal.
·
Terapi Berfokus Trauma: Jika self-harm
terkait dengan pengalaman traumatis, terapi yang berfokus pada trauma mungkin
diperlukan.
·
Terapi Kelompok: Memberikan dukungan,
mengurangi isolasi, dan memungkinkan individu belajar dari pengalaman orang
lain.
·
Obat-obatan: Meskipun tidak secara langsung
mengobati self-harm, obat-obatan seperti antidepresan atau penstabil
suasana hati dapat membantu mengatasi kondisi kesehatan mental yang
mendasarinya.
·
Dukungan Keluarga: Melibatkan keluarga dalam
proses terapi dapat meningkatkan pemahaman dan menciptakan lingkungan yang
lebih mendukung.
·
Manajemen Krisis: Mengembangkan rencana
keamanan untuk membantu individu mengatasi dorongan untuk melakukan self-harm
saat krisis.
Pencegahan:
Meskipun
sulit untuk mencegah self-harm sepenuhnya, upaya pencegahan dapat
berfokus pada:
1. Meningkatkan
Kesadaran dan Mengurangi Stigma: Mengedukasi masyarakat tentang self-harm
untuk menghilangkan kesalahpahaman dan mendorong individu untuk mencari
bantuan.
2. Promosi
Kesehatan Mental: Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental
dan mendorong pencarian bantuan dini.
3. Pengajaran
Keterampilan Regulasi Emosi: Mengajarkan anak-anak dan remaja cara sehat untuk
mengelola emosi yang sulit.
4. Intervensi
Dini: Mengidentifikasi dan memberikan dukungan kepada individu yang berisiko
tinggi mengalami self-harm.
5. Dukungan
Sebaya: Program dukungan sebaya dapat memberikan rasa komunitas dan pemahaman.
Sumber: https://www.rri.co.id/lain-lain/1151278/mengenal-konsep-emotional-quotient-dan-pengaruhnya-terhadap-kepribadian
Sedikit pengingat bagi semua… ingatlah bahwa setiap goresan bukanlah akhir dari cerita, melainkan babak kelam yang bisa ditutup. Di dalam dirimu tersimpan kekuatan yang jauh lebih besar daripada rasa sakit yang pernah kamu rasakan. Kamu berhak atas kedamaian, kebahagiaan, dan masa depan yang lebih cerah. Langkah pertama mungkin terasa berat, namun setiap upaya kecil untuk mencari bantuan, untuk memilih cara koping yang lebih sehat, adalah bukti keberanianmu yang sesungguhnya. Percayalah, luka bisa sembuh, dan kamu pun berhak untuk pulih dan menulis babak baru yang lebih indah dalam hidupmu. Ulurkan tanganmu, dan biarkan cahaya harapan membimbingmu menuju perubahan yang lebih baik, karena kamu tidak sendirian dan kamu pantas untuk bahagia.
*) Koordinator Layanan Bimbingan Konseling di SMAN 1 Pangalengan
Sumber : https://gemini.google.com/app/self harm
Terimakasih ibu, mudah dipahami
BalasHapusmantap bu
BalasHapus