SELAMAT ATAS KELULUSAN ANANDA GEN 37…SEMOGA SUKSES!!

Rabu, 16 April 2025

PERSONALITY

 

SELF HARM

“Jejak Kesakitan Di Kulit Jiwa”

Oleh: Yuli Yuliani, S.Pd  *)


Di balik tabir yang seringkali terbuat dari senyuman yang dipaksakan dan kata-kata "aku baik-baik saja", tersembunyi sebuah pergulatan yang tak terucapkan. Inilah dunia self-harm, sebuah labirin sunyi di mana rasa sakit emosional yang tak tertahankan menemukan jalannya keluar melalui luka di tubuh. Bukan tentang mengakhiri hidup, melainkan tentang bertahan di tengah badai batin, sebuah upaya putus asa untuk merasakan sesuatu di tengah kehampaan, untuk mengalihkan pedih yang tak terlihat menjadi jejak yang kasat mata.

Mari kita telaah lebih dalam tentang dunia yang seringkali tersembunyi ini. Bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memahami, untuk menghilangkan stigma, dan untuk membuka jalan bagi empati dan harapan. Karena di balik setiap luka yang terlihat, ada hati yang merindukan kesembuhan dan jiwa yang mendambakan kedamaian. Inilah prolog tentang luka di balik kulit, sebuah undangan untuk melihat lebih dekat, mendengar lebih saksama, dan mengulurkan tangan dengan pemahaman.


 Sumber: https://id.pikbest.com/backgrounds/labyrinth-navigating-the-a-blue-ball-in-3d-render_9734273.html

Self-harm, atau perilaku menyakiti diri sendiri, adalah tindakan yang kompleks dan seringkali disalahpahami. Ini bukanlah upaya bunuh diri, meskipun meningkatkan risiko bunuh diri jika tidak ditangani. Sebaliknya, self-harm adalah mekanisme koping yang maladaptif yang digunakan individu untuk mengatasi rasa sakit emosional yang intens dan sulit ditanggung. Memahami akar permasalahan, berbagai bentuk, fungsi "sementara" yang dirasakan, serta dampak jangka panjangnya adalah krusial untuk memberikan dukungan yang tepat dan efektif.

Definisi dan Spektrum Perilaku Self-Harm:

Self-harm mencakup berbagai tindakan di mana seseorang secara sengaja melukai tubuhnya sendiri. Beberapa bentuk self-harm yang umum meliputi:

·         Menyayat (Cutting): Menggunakan benda tajam (silet, pisau, pecahan kaca) untuk membuat luka di kulit. Ini adalah bentuk self-harm yang paling sering dilaporkan.

·         Membakar (Burning): Menggunakan api, rokok, atau benda panas lainnya untuk membakar kulit.

·         Memukul atau Membenturkan Diri (Hitting/Head Banging): Memukul diri sendiri atau membenturkan kepala ke benda keras.

·         Menggaruk (Scratching): Menggaruk kulit secara berlebihan hingga berdarah.

·         Mencubit atau Menggigit Diri (Picking/Biting): Mencubit atau menggigit kulit hingga memar atau luka.

·         Meracuni Diri Sendiri (Overdosing): Mengonsumsi obat-obatan atau zat berbahaya dalam dosis yang tidak mematikan, dengan tujuan untuk menyakiti diri sendiri secara fisik atau emosional.

·         Mengganggu Penyembuhan Luka: Sengaja membuka atau menginfeksi luka yang sudah ada.

·         Penting untuk dicatat bahwa intensitas luka fisik tidak selalu mencerminkan tingkat keparahan rasa sakit emosional yang dialami individu. Luka yang tampak ringan bisa menjadi indikasi pergulatan batin yang sangat dalam.

 
Sumber: https://www.gurugeografi.id/2019/03/pengertina-ciri-perilaku-menyimpang.html

Mengapa Seseorang Melakukan Self-Harm? (Fungsi "Sementara"):

Self-harm bukanlah tindakan acak atau sekadar mencari perhatian. Bagi individu yang melakukannya, ini seringkali berfungsi sebagai cara untuk:

·         Melepaskan Emosi yang Tak Tertahankan: Rasa sakit emosional yang intens seperti marah, sedih, cemas, atau frustrasi yang tidak dapat diungkapkan atau dikelola dapat "dikeluarkan" melalui rasa sakit fisik. Tindakan menyakiti diri bisa memberikan katarsis sesaat.

·         Mengalihkan Rasa Sakit Emosional ke Fisik: Rasa sakit fisik yang ditimbulkan dapat menjadi distraksi dari beban emosi yang terasa terlalu berat untuk ditanggung. Fokus pada sensasi fisik dapat memberikan jeda sementara dari penderitaan psikologis.

·         Merasakan Sesuatu (Ketika Mati Rasa): Beberapa individu yang mengalami trauma atau depresi berat dapat merasa mati rasa secara emosional. Self-harm dapat memberikan sensasi fisik yang membuktikan bahwa mereka masih "hidup" dan "merasakan".

·         Menghukum Diri Sendiri: Perasaan bersalah, malu, atau tidak berharga yang mendalam dapat dimanifestasikan dalam tindakan menyakiti diri sebagai bentuk hukuman atas kesalahan yang dirasakan.

·         Mendapatkan Kendali: Dalam situasi hidup yang terasa kacau dan di luar kendali, menyakiti diri sendiri bisa memberikan ilusi kendali atas tubuh dan rasa sakit. Ini bisa menjadi cara untuk merasa "berdaya" dalam satu-satunya hal yang mereka rasa bisa mereka atur.

·         Berkomunikasi (Meskipun Tidak Sehat): Self-harm terkadang menjadi cara bagi individu yang kesulitan mengungkapkan perasaan mereka secara verbal untuk menunjukkan betapa sakitnya mereka. Ini bisa menjadi "teriakan diam" untuk mendapatkan bantuan.

Sumber: https://jogja-training.com/pelatihan-etika-komunikasi-dan-perilaku-kantor/

Faktor Risiko dan Penyebab yang Mendasari:

Self-harm jarang terjadi dalam isolasi. Biasanya, ada berbagai faktor risiko dan masalah kesehatan mental yang mendasarinya, termasuk:

·         Riwayat Trauma: Pengalaman traumatis di masa kecil atau dewasa (pelecehan fisik, emosional, seksual, penelantaran) adalah faktor risiko yang signifikan.

·         Gangguan Kesehatan Mental: Depresi, gangguan kecemasan (terutama gangguan kecemasan umum dan gangguan panik), gangguan kepribadian borderline (BPD), gangguan makan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) seringkali terkait dengan self-harm.

·         Kesulitan Regulasi Emosi: Individu yang kesulitan mengidentifikasi, memahami, dan mengelola emosi mereka mungkin lebih rentan terhadap self-harm sebagai cara untuk mengatasi perasaan yang intens.

·         Harga Diri Rendah: Perasaan tidak berharga dan pandangan negatif terhadap diri sendiri dapat berkontribusi pada self-harm sebagai bentuk hukuman diri.

·         Kesulitan dalam Hubungan Interpersonal: Masalah dalam hubungan, isolasi sosial, atau riwayat kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi pemicu.

·         Penyalahgunaan Zat: Penggunaan alkohol dan narkoba dapat menurunkan inhibisi dan memperburuk masalah kesehatan mental, meningkatkan risiko self-harm.

·         Pengaruh Sosial: Paparan terhadap self-harm melalui teman sebaya atau media (terutama tanpa konteks yang tepat) dapat menjadi faktor risiko bagi beberapa individu yang rentan.

·         Riwayat Keluarga: Adanya anggota keluarga dengan riwayat self-harm atau gangguan kesehatan mental dapat meningkatkan risiko.

 
Sumber: https://www.gleneagles.com.sg/id/health-plus/article/sleep-and-mental-wellness

Dampak Jangka Panjang Self-Harm:

Meskipun memberikan kelegaan sesaat, self-harm memiliki konsekuensi jangka panjang yang merugikan:

·         Luka Fisik dan Komplikasi Medis: Bekas luka permanen, infeksi, kerusakan saraf, dan risiko komplikasi medis lainnya.

·         Peningkatan Risiko Bunuh Diri: Self-harm adalah faktor risiko yang signifikan untuk percobaan bunuh diri di masa depan.

·         Masalah Kesehatan Mental yang Berkelanjutan: Self-harm seringkali memperburuk masalah kesehatan mental yang mendasarinya dan dapat menciptakan siklus negatif.

·         Rasa Bersalah dan Malu: Setelah melakukan self-harm, individu seringkali merasa bersalah, malu, dan semakin terisolasi.

·         Kesulitan dalam Hubungan: Perilaku self-harm dapat memengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan.

·         Stigma dan Diskriminasi: Individu yang melakukan self-harm seringkali menghadapi stigma negatif dari masyarakat, yang dapat menghambat mereka mencari bantuan.

·         Kesulitan Fungsional: Masalah kesehatan mental dan emosional yang terkait dengan self-harm dapat mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi di sekolah, pekerjaan, dan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Sumber: https://id.pngtree.com/free-backgrounds-photos/perasaan-terisolasi

Bagaimana Mengenali Tanda-Tanda Self-Harm:

Mengenali tanda-tanda self-harm bisa menjadi langkah pertama untuk menawarkan bantuan. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai meliputi:

·         Luka atau bekas luka yang tidak dapat dijelaskan, terutama di area yang mudah disembunyikan (pergelangan tangan, lengan, paha).

·         Sering mengenakan pakaian lengan panjang atau celana panjang bahkan dalam cuaca panas.

·         Menarik diri dari teman dan aktivitas sosial.

·         Perubahan suasana hati yang signifikan, termasuk peningkatan iritabilitas, depresi, atau kecemasan.

·         Pembicaraan atau tulisan tentang menyakiti diri sendiri, rasa sakit, atau kematian.

·         Penemuan benda-benda tajam, korek api, atau obat-obatan dalam jumlah yang mencurigakan.

·         Penurunan prestasi akademik atau kinerja kerja.

·         Perasaan bersalah, malu, atau tidak berharga yang berlebihan.

·         Pola makan atau tidur yang terganggu.

 
Sumber: https://bencoolentimes.com/intervensi-gangguan-pola-tidur-definisi-jenis-dan-cara-pengobatan/

Bagaimana Membantu Seseorang yang Melakukan Self-Harm:

Merespons dengan tepat sangat penting ketika mengetahui seseorang melakukan self-harm:

·         Tetap Tenang dan Empati: Hindari panik, menghakimi, atau menyalahkan. Tunjukkan kepedulian dan keinginan untuk membantu.

·         Dengarkan Tanpa Menghakimi: Berikan ruang bagi mereka untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa interupsi atau kritik.

·         Validasi Perasaan Mereka: Akui rasa sakit emosional yang mereka alami, meskipun Anda tidak memahami alasannya. Hindari mengatakan hal-hal seperti "Kamu tidak punya alasan untuk merasa seperti itu."

·         Tekankan Bahwa Anda Peduli dan Ingin Membantu: Yakinkan mereka bahwa mereka tidak sendirian dan ada bantuan yang tersedia.

·         Dorong Mereka untuk Mencari Bantuan Profesional: Sarankan mereka untuk berbicara dengan psikolog, psikiater, atau profesional kesehatan mental lainnya. Tawarkan bantuan untuk mencari informasi atau membuat janji temu.

·         Fokus pada Perasaan, Bukan Hanya Perilaku: Cobalah untuk memahami apa yang mendasari tindakan self-harm mereka.

·         Jangan Membuat Janji yang Tidak Bisa Anda Tepati: Hindari berjanji untuk merahasiakan semuanya jika Anda merasa mereka berisiko.

·         Jaga Diri Sendiri: Mendukung seseorang yang melakukan self-harm bisa sangat melelahkan secara emosional. Pastikan Anda juga memiliki dukungan.

Pengobatan dan Dukungan Profesional:

Self-harm dapat diobati dengan efektif melalui pendekatan yang komprehensif, termasuk:

Terapi Individu:

·         Dialectical Behavior Therapy (DBT): Terapi yang mengajarkan keterampilan regulasi emosi, toleransi terhadap tekanan, kesadaran penuh (mindfulness), dan efektivitas interpersonal. Ini sering menjadi pilihan utama untuk mengatasi self-harm.

·         Cognitive Behavioral Therapy (CBT): Membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku negatif yang berkontribusi pada self-harm.

·         Terapi Berbasis Mentalisasi (MBT): Membantu individu memahami pikiran dan perasaan diri sendiri dan orang lain, yang dapat meningkatkan regulasi emosi dan hubungan interpersonal.

·         Terapi Berfokus Trauma: Jika self-harm terkait dengan pengalaman traumatis, terapi yang berfokus pada trauma mungkin diperlukan.

·         Terapi Kelompok: Memberikan dukungan, mengurangi isolasi, dan memungkinkan individu belajar dari pengalaman orang lain.

·         Obat-obatan: Meskipun tidak secara langsung mengobati self-harm, obat-obatan seperti antidepresan atau penstabil suasana hati dapat membantu mengatasi kondisi kesehatan mental yang mendasarinya.

·         Dukungan Keluarga: Melibatkan keluarga dalam proses terapi dapat meningkatkan pemahaman dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung.

·         Manajemen Krisis: Mengembangkan rencana keamanan untuk membantu individu mengatasi dorongan untuk melakukan self-harm saat krisis.

 

 Sumber: https://www.mindfullotustherapyfl.com/blog/discovering-the-power-of-dialectical-behavior-therapy-dbt-for-mental-health-and-emotional-well-being

Pencegahan:

Meskipun sulit untuk mencegah self-harm sepenuhnya, upaya pencegahan dapat berfokus pada:

1.     Meningkatkan Kesadaran dan Mengurangi Stigma: Mengedukasi masyarakat tentang self-harm untuk menghilangkan kesalahpahaman dan mendorong individu untuk mencari bantuan.

2.     Promosi Kesehatan Mental: Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental dan mendorong pencarian bantuan dini.

3.     Pengajaran Keterampilan Regulasi Emosi: Mengajarkan anak-anak dan remaja cara sehat untuk mengelola emosi yang sulit.

4.     Intervensi Dini: Mengidentifikasi dan memberikan dukungan kepada individu yang berisiko tinggi mengalami self-harm.

5.     Dukungan Sebaya: Program dukungan sebaya dapat memberikan rasa komunitas dan pemahaman.

 

Sumber: https://www.rri.co.id/lain-lain/1151278/mengenal-konsep-emotional-quotient-dan-pengaruhnya-terhadap-kepribadian

Sedikit pengingat bagi semua… ingatlah bahwa setiap goresan bukanlah akhir dari cerita, melainkan babak kelam yang bisa ditutup. Di dalam dirimu tersimpan kekuatan yang jauh lebih besar daripada rasa sakit yang pernah kamu rasakan. Kamu berhak atas kedamaian, kebahagiaan, dan masa depan yang lebih cerah. Langkah pertama mungkin terasa berat, namun setiap upaya kecil untuk mencari bantuan, untuk memilih cara koping yang lebih sehat, adalah bukti keberanianmu yang sesungguhnya. Percayalah, luka bisa sembuh, dan kamu pun berhak untuk pulih dan menulis babak baru yang lebih indah dalam hidupmu. Ulurkan tanganmu, dan biarkan cahaya harapan membimbingmu menuju perubahan yang lebih baik, karena kamu tidak sendirian dan kamu pantas untuk bahagia.

*) Koordinator Layanan Bimbingan Konseling di SMAN 1 Pangalengan

Sumber : https://gemini.google.com/app/self harm

2 komentar:

HISTORICA

  EMPAT CAHAYA DI KEGELAPAN: MENELADANI HIKMAH KHULAFAUR RASYIDIN DI ERA MODERN Oleh: Widiana, S.Pd   *) Pernahkah kamu merasa kehila...