Senin, 22 April 2024

HUMANIORA

 Bahasa  dan Citra Pikiran

Oleh; Mesi Putri Maraiam R. S.Pd



Sedari kecil kita sudah menggunakan bahasa yang sederhana seperti ‘oe‘ apa – apa kita tinggal bilang ‘oe’ sehingga  berkembang menjadi Mama – papa  kemudian berkembang menjadi  ‘Cayang‘ berkembang menjadi  ‘sayang mama dan papa‘.

Dalam hal ini bahasa berkembang sesuai dengan perkembangan alat komunikasi, perkembangan fisik manusia (fonem, morfologi, sintaksis, dan wacana), dan perkembangan peran manusia dalam kehidupan. Kemudian, pertanyaannya Apakah kita menyadari perkembangan bahasa kita? Atau sudahkah kita menyadari bahasa yang kita gunakan dari kecil sampai sekarang sudah menjadi bagian utama yang mengubah kita menjadi manusia yang memahami benar dan salah, manusia yang selalu ingin lebih baik dari hari ke hari? Jawabannya pasti kita ada yang tidak menyadarinya.

 


Sumber: https://jektvnews.disway.id/read/9102/bahasa-sebagai-alat-komunikasi-membuka-jendela-dunia-dan

Bahasa juga penting ketika kita akan mengembangkan empat keterampilan bahasa, yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis (Noermanzah dkk., 2018:172). Dengan menguasai keempat keterampilan berbahasa tersebut pada dasarkan kita mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu melakukan perubahan-perubahan terhadap kemajuan pribadi, masyarakat, dan bangsa. Terlebih sekarang peserta didik dituntut untuk mendayagunakan bahasa untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan santun, kreatif, berpikir kritis, berkerja sama, dan berkolaborasi, dan (Kusmiarti, 2020:207) Untuk itu, pentingnya mengaji bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi sebagai citra pikiran.

 

 


Sumber: https://www.nusabali.com/berita/3107/membangun-citra-diri-positif

Bahasa dan Citra Pikiran Kita dapat melacak hubungan antara bahasa dan berpikir dengan mudah, cobalah dengan mencoba memikirkan sesuatu tanpa menggunakan bahasa. Tentu tidak bisa kita melakukannya. Kita bisa melihat jelas seseorang yang pikirannya kacau mengakibatkan bahasanya kacau juga. Kadang juga jika seseorang sedang memikirkan sesuatu yang berat, yang bersangkutan tidak berselera untuk bicara. Ada juga yang berpendapat bahwa bahasa merupakan cermin pikiran, apa yang dibicarakan adalah apa yang dipikirkan. Bahasa terbentuk dari pikiran, atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk pikiran atau ide. Akan tetapi jika kita mau lebih jeli melihat, sesungguhnya bahasa itu hanyalah wujud dari ide atau pikiran saja. Sehingga analisa bahasa dengan melepaskannya dari analisa ide adalah kesesatan. Artinya, tidak mungkin ada bahasa tanpa ada ide, begitu pula sebaliknya. Jadi berhati-hatilah (tetapi bukan takut) dalam berbahasa. Seseorang dapat menilai bobot intelektualitas kita dari apa yang kita ucapkan dan tuliskan. Citra kecerdasan kita terwujud dalam bahasa yang kita gunakan. Dardjowidjojo (2009) mendaftar beberapa korpus bahasa yang mencerminkan pola pikir bangsa kita. Yang pertama disebut dengan gejala kontradiksi, seperti kasus sumbangan wajib dan cukup jelas sekali. Ada kontradiksi pengertian sumbangan dan wajib, juga pengertian cukup dan jelas sekali. Gejala anomali juga menghinggapi pola pikir kita yang berpola ―Kejarlah Daku Kau Kutangkap. Judul film ini memang sengaja diciptakan secara sadar, namun ada yang tidak disadari bahwa ungkapan yang kita lontarkan bersifat anomali. Ungkapan tersebut antara lain: mengejar ketinggalan, mengentaskan kemiskinan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bandingkan kata mengejar ketinggalan dengan mengejar maling, dan mengejar bis. Konsep mengejar itu perbuatan yang akan mendapatkan apa yang kita kejar. Mengejar ketinggalan hasil yang kita dapat adalah ketinggalan. Kata kerja mengentaskan menyatakan bahwa kita memperoleh apapun yang kita entas.  Dengan mengentas pakaian yang dijemur maka kita akan memperoleh pakaian. Pantas saja jika kita tertinggal terus dan miskin terus.

  


Sumber: https://www.semilir.co/bahasa-budaya/

Kesimpulan nya Bahasa sebagai citra pikiran bermakna bahwa bahasa terbentuk dari pikiran, atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk pikiran atau ide.

** Sumber referensi

Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa (Semiba) 2019 https://ejournal.unib.ac.id/index.php/semiba ISBN: 978-623-707438-0 306 Halaman 306-319

*) Guru Mata Pelajaran Seni Budaya di SMAN 1 Pangalengan, Ibu rumah tangga pemerhati masalah social budaya dan bahasa Asing

3 komentar:

  1. terimakasih ibuu , literasinya sangat bermanfaat πŸ€πŸ™πŸΌ

    BalasHapus
  2. Terima kasih, literasinya

    BalasHapus
  3. πŸ‘πŸ»πŸ‘πŸ»

    BalasHapus

RELIGIUSITY

  AMALAN DAN PERISTIWA DI BULAN DZULQA’DAH Oleh: Asep Istiqlal, S.Pd   Umat Islam harus semakin mengenal bulan yang diagunakan. Karen...