"Selamat Datang Ibu Endah Purwanti, M.M.Pd. di SMAN 1 Pangalengan, semoga sukses membawa almamater tercinta semakin maju, nyaman, dan berprestasi"

Rabu, 12 November 2025

Early Warning

 3 Pelajar SMP yang Mengakhiri Hidupnya dan Ledakan Di SMA

( Peringatan darurat untuk kita semua)

Oleh: Sagitia Rahman, S.Kom  *)


Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI mencatat 25 anak di Indonesia bunuh diri sepanjang tahun 2025. Komisioner KPAI, Diyah puspitarini, menyebut Sebagian besar kasus bunuh diri itu dilatari oleh bullying atau perundungan, termasuk yang terjadi dilingkungan sekolah (Sumber : BBC News Indonesia)

 

Sumber: https://anaghcoar.sch.im/pages/index/view/id/2/Anti-Bullying%20Policy

Seorang murid Perempuan di sukabumi berusia 14 tahun menulis surat terakhir sebelum mengakhiri hidupnya. Dari surat tersebut, di duga kekerasan verbal menjadi pemicunya. Dua murid laki-laki lainya disawahluntho, Sumatra Barat, juga memilih jalan yang sama dengan alasan dugaan penolakan cinta dan lainya. Terbaru sebuah ledakan terjadi di SMAN di Jakarta dan menyebabkan luka-luka. Penyebab juga di duga berasal dari akumulasi trauma.

Sumber: https://www.ilctr.org/about-immigrants/ilc-publications-and-resources/understanding-immigrant-trauma/

Kita sering menganggap bullying atau perundungan itu ditandai dengan kontak fisik. Padahal kata-kata menyakiti dan sikap merendahkan sering meninggalkan luka yang tak terlihat. Luka yang perlahan membuat anak merasa tak berdaya, dan kadang memilih jalan instan untuk mengakhiri rasa sakitnya. Remaja sendiri cenderung lebih mengandalkan bagian otak amygdala, yang membuat mereka merespon masalah melalui perasaan, bukan logika. Saat remaja bereaksi dengan emosi, itu bukan “drama”, tapi karena bagian otak yang bertugas mengambil Keputusan, prefrontal cortex, belum berkembang sepenuhnya.

 
Sumber: https://ayph.org.uk/the-teacher-and-the-teenage-brain/

Membanding-bandingkan ketangguhan kita dengan remaja masa kini juga gak valid, karena tantangan mereka hadapi sebagai konsekuensi pesatnya kemajuan teknologi justru lebih sulit :

rasa cemas belebihan. Seperti yang dituli oleh Jonathan haidt dalam buku the anxious generation. Lalu apa yang harus kita lakukan?

 

Sumber: https://rri.co.id/pontianak/kesehatan/855713/tips-mengatasi-rasa-cemas-yang-berlebihan

Sebagai orang tua, mari lebih hadir dan berfungsi. Pererat koneksi. Ketika anak menumpahkan perasaanya, dorongan untuk menasihati sering muncul tanpa sadar. Padahal, kadang yang mereka butuhkan hanya pelukan, bukan kata-kata. Sebagai pendidik, teman sebaya dan orang sekitar, kita perlu lebih peka dan berani untuk peduli. Tanda-tanda kecil sering muncul sebelum tragedy besar terjadi. Namun, butuh kerendahan hati untuk bertanya dan untuk tidak menganggap semuanya “biasa saja”.

Sumber: https://techthinkhub.co.id/jenis-koneksi-internet-mana-yang-tepat-untuk-anda/

TURUT BERDUKA CITA UNTUK SETIAP ANAK YANG PERNAH MERASA SENDIRIAN DALAM KESEDIHANNYA.

Semoga kita para orang dewasa di sekitarnya, tak menunngu kehilangan untuk belajar hadir lebih awal. Semoga kita tak Lelah untuk terus mengingatkan anak anak kita yang rentan, bahwa mereka berharga dan punya tempat di mana mereka diterima dan dicintai tanpa syarat.

 

*) Guru Informatika di SMAN I Pangalengan. Pemerhati masalah Sosial Remaja

**) dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Early Warning

  3 Pelajar SMP yang Mengakhiri Hidupnya dan Ledakan Di SMA ( Peringatan darurat untuk kita semua) Oleh: Sagitia Rahman, S.Kom  *) K...