Rabu, 21 Agustus 2024

CIVILATION

 

TINJAUAN TERHADAP NILAI, NORMA, MORAL, ETIKA, DAN PANDANGAN HIDUP, PERLU DIPAHAMI OLEH SETIAP WARGA NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

oleh Zenal Muttaqin, S.HI*)

 

     Sebagai makhluk individu dan sosial tidaklah mungkin manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri,oleh karena itu untuk dapat memenuhi kebutuhannya ia senantiasa memerlukan batuan atau keberadaan orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia sebagai pribadi hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas secara berturut-turut hidup dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, bangsa, dan lingkungan negara yang merupakan lembaga-lembaga masyarakat utama yang diharapkan mampu menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian, dalam kehidupan bersama warga negara itu membutuhkan suatu tekad untuk mewujudkannya apa yang menjadi cita-citanya (cita-cita bersama). Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, perlu kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga Negara yang baik, Bersama dengan warga yang lain untuk mendukung dan melaksanakan program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

 
Sumber: https://radarkepahiang.disway.id/read/660838/legenda-burung-garuda-menjadi-simbol-keagungan

      Bagi bangsa Indonesia sendiri mempunyai banyak pengalaman dalam upaya menjadikan warga Negara yang baik dengan serangkaian Pendidikan yang diselenggarakan dinegara kita (Indonesia), yaitu lewat matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini terbukti sebagaimana kita lihat dalam tujuan umum dari Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana menjadikan warga negara yang baik, mampu mendukung bangsa dan Negara. (Winarno; 2007:V). Upaya mewarga-negarakan individu atau orang-orang yang hidup dalam suatu Negara merupakan tugas utama dari negara.      Konsep warga Negara yang baik (good citizen) tentunya tidak lepas dari pandangan hidup suatu bangsa yang dilandasi oleh nilai, norma, moral, dan etika dari warga Negara itu sendiri. Pada era sekarang ini tentunya diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan membentuk warga Negara yang cerdas, berkepribadian, bertanggung jawab bagi kelangsungan kehidupan bangsa Negara Indonesia. Inilah kiranya sebagai ukuran/kriteria untuk masa sekarang ini. Untuk itu, maka setiap kehidupan warga negara perlu dilandasi pemahaman akan pengertian nilai, norma, moral, etika dan pandangan hidup yang kokoh untuk terwujudnya seorang warga Negara yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perlu diketahui bahwa warga Negara yang baik itu tidak semata-mata warga Negara yang cerdas, berkepribadian, dan bertanggung jawab saja, namun perlu juga dilandasai dengan pengertian nilai, norma, moral, etika, dan pandangan hidup dari suatu warga negara itu sendiri, sehingga dalam sikap perbuatannya tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan norma/aturan yang berlaku. Lebih dari itu harus juga dilandasi oleh adanya suatu pandangan hidup yang kokoh agar supaya tidak terombang-ambingkan oleh situasi yang tidak menyenangkan.

Sumber: https://www.alodokter.com/kerap-dianggap-sama-kenali-perbedaan-moral-dan-etika

Pemahaman Nilai, Norma, Moral, Etika, dan Pandangan Hidup

1. Nilai/value

Apakah nilai atau value itu? Nilai merupakan masalah yang penting yang dibahas oleh filsafat tepatnya oleh cabang filsafat aksiologi. Tidaklah mengherankan apabila aksiologi sebagai problem of human value

oleh Lois O Kattsoft dalam (Dardji Darmodiharjdo; 1996:50), mengartikan aksiologi sebagai ilmu yang menyelidiki hakekat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Cabang filsafat ini merupakan salah satu dari tiga cabang pokok filsafat, dua yang lainnya, yaitu ontologi dan epistimologi. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila ia bermanfaat dalam kaca mata manusia yang memberikan penilaian. Jadi nilai tidak lain sebenarnya adalah kualitas dari sesuatu. Jika dikatakan lukisan (sesuatu) itu indah, maka yang dimaksud dengan nilai "indah” adalah kualitas dari lukisan tersebut, bukan benda lukisannya. Jadi ukuran dari kualitas itu adalah bermanfaat atau tidak, bermanfaat bagi kepentingan manusia, baik kepentingan itu bersifat lahiriah atau batiniah. Selanjutnya apakah nilai itu sebenarnya? Secara etimologis, nilai berasal dari kata value(inggris) dan yang berasal dari kata value(Latin) yang berarti kuat, baik, berharga. Dengan demikian secara sederhana nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standard logika (baik-jelek), estetika (bagus-buruk), etika (adil-tidak adil), agama (haram dan halal), dan hukum (sah-absah), serta menjadi acuan dan atau system keyakinan diri maupun kehidupan.

     Menilai berarti menimbang-nimbang dan membandingkan sesuatu dengan yang lain untuk kemudian dijadikan dasar mengambil sikap atau keputusan. Hasil pertimbangan dan perbandingan yang dibuat itulah yang disebut nilai. Karena ada unsur pertimbangan dan perbandingan berarti sesungguhnya objek yang diberi penilaian tersebut tidak tunggal. Objek di sini dapat berupa suatu yang bersifat jasmaniah atau rohaniah, misalnya benda, sikap, dan tindakan tertentu. Di sini berarti subjek berhadapan dengan objek, dan pada dasarnya subjeknya yang pada akhirnya memerlukan keputusan tentang nilai, misalnya; apakah nilai itu positif atau negatif. Dalam memberikan penilaian itu subjek dapat menggunakan segala alat/kelengkapan, analisis yang ada pada diri orang itu (si penilai):

1)    Indera yang dimilikinya (akan menghasilkan nilai nikmat dan sebaliknya nilai kesengsaraan);

2)    Rasa etis (menghasilkan nilai baik dan buruk atau adil tidak adil)

3)    Rasio (ini menghasilkan nilai benar dan salah);

4)    Rasa estetika (akan menghasilkan nilai indah dan tidak indah);

5)    Iman (menghasilkan nilai suci-haram dan halal).

  

Sumber: https://retizen.republika.co.id/posts/11495/pentingnya-etika-dan-morality-dalam-diri

     Klasifikasi Nilai

      Nilai dapat diklasifikasikan dalam banyak hal atau cara. Menurut Lois O Kattsoft antara lain membedakan nilai dalam dua macam, yaitu nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai Instrinsik adalah nilai dari sesuatu yang sejak semula sudah bernilai, sedangkan nilai Instrumental adalah nilai dari sesuatu

karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai tujuan sesuatu. Untuk menjelaskan hal ini Kattsoft memberikan contoh sebelah pisau, suatu pisau dikatakan bernilai instrinsik baik apabila pisau tersebut mengandung kualitas-kualitas pengirisan di dalam dirinya (pisau itu). Disisi lain, ia (pisau) dikatakan bernilai instrumental yang baik apabila pisau itu dapat digunakan oleh si subjek untuk mengiris. Menurut Radbruch Ketika menjelaskan tentang tiga tujuan hukum, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan daya guna, menguraikan pada tujuan ketiga (daya guna), yaitu bahwa hukum perlu menuju pada tujuan yang penuh

harga. Menurut Radbruch ada tiga nilai yang penting bagi hukum, yaitu:

1)    Individualwerte, yakni nilai-nilai pribadi untuk mewujudkan kerpibadian manusia;

2)    Gemeinsckaftwerte, yakni nilai-nilai masyarakat, yaitu nilai yang hanya dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia;

3)    Werkwerte, yakni nilai-nilai dalam karya manusia (ilmu, kesenian) dan pada umumnya dalam kebudayaan. (Dardji Darmodihardjo, 1996:57).

Selanjutnya nilai juga mengandung harapan sesuatu yang diinginkan, misalnya; nilai keadilan, nilai kesederhanaan. Orang hidup mengharapkan mendapatkan keadilan, begitu juga kemakmuran adalah suatu keinginan setiap orang. Jadi nilai bersifat normatif suatu keharusan (das sollen) yang menuntut diwujudkan dalam tingkah laku. Di samping itu, nilai juga menjadi pendorong/sebagai motivator hidup manusia. Tindakan manusia digerakkan oleh nilai. (Winarno, 2007:4). Misalnya; kepandaian setiap manusia (siswa) berharap/ menginginkan pandai/ pintar. Karena mengharapkan nilai itu,  setiap manusia/siswa tergerak untuk melakukan berbagai perilaku supaya menjadi pandai. Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada tiga macam, yaitu: 1) Nilai materiil, adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia. Sesuatu dikatakan bernilai vital jika berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan (beraktivitas). Sesuatu dikatakan bernilai kerohanian apabila ia berguna bagi rohani manusia, Nilai kerohanian ini selanjutnya dapat dibedakan menjadi:

a.     Nilai kebenaran atau kenyataan yang bersumber pada unsur akal (rasio) manusia.

b.     Nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa (estetis) manusia, nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak (karsa) manusia

c.     Nilai kebaikan (nilai moral) yang bersumber pada kehendak karsa, karsa hati nurani manusia

d.     Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan melalui akal dan budi manusia.

Max Scheler membagi nilai dalam empat tingkat, mulai dari yang menurutnya paling rendah sampai yang

paling tinggi. Tingkat nilai pertama, adalah nilai keselamatan. Dalam Tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang menyebabkan orang senang ataupun tidak senang. Kedua, nilai kehidupan. Termasuk kelompok ini adalah nilai kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum. Tingkat ketiga, adalah nilai kejiwaan, seperti keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. Tingkat keempat,  adalah nilai-nilai kerohanian, yang didalamnya terkandung nilai suci dan tidak suci

2. Norma

Agar sistem nilai yang ada pada orang (masyarakat) itu dapat diangkat ke permukaan, sehingga tidak menghasilkan sikap dan perilaku yang diskriminasif, perlu ada wujud nilai yang konkret.

3. Moral

Kata moral bersal dari latin mores yang artinya kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat yang kemudian berarti kaidah-kaidah tingkah laku. Seseorang (individu) yang tingkah lakunya menaati kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat disebut baik secara moral, dan jika sebaliknya jika tidak baik adalah amoral (immoral) (L. Pramuda. 1995:15).

4. Etika

Setiap orang sudah pasti mempunyai moral, tetapi belum tentu setiap orang mengadakan pemikiran secara kritis tentang moralnya. Pemikiran yang kritis tentang moral inilah yang disebut etika. Istilah “Etika” berasal dari bahasa Yunani, berasal dari kata “Ethos” yang berarti kebiasaan, perilaku, kelakuan. Etika adalah ilmu pengetahuan filsafat tentang perilaku manusia, dapat disebut ilmu kesusilaan atau ilmu akhlak (Listyo Sukamto, 1994:4). Hampir senada pendapat ini, menurut Prof. Drs. Sumarjo Wreksosuhardjo dalam bukunya yang berjudul Pancasila Sebagai Etika Politik hal 1) menyatakan Etika adalah cabang filsafat yang membicarakan masalah perilaku/perbuatan manusia untuk dinilai dari segi baik-buruknya. Studi filosofik atas manusia sebagai keutuhan menimbulkan cabang filsafat yang dinamakan manusia atau philosophical anthropology. Mengenai manusia ini, apabila ditinjau secara filosofik, aspek kognitif/rasionalitasnya menimbulkan cabang filsafat yang dinamakan epistimologi dan logika, apabila ditinjau secara filosofik, aspek emosionalitasnya menimbulkan cabang filsafat yang dinamakan estetika, dan apabila ditinjau secara filosofik,  aspek konasi atau kemauannya menimbulkan cabang filsafat yang dinamakan etika. Jadi, persoalan etika itu adalah persoalan kemauan manusia. Orang sanggup berbuat baik atau tidak, itu erat kaitannya dengan masalah kemauan, sebaliknya, orang yang kemauannya kuat, cenderung untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik itu, memerlukan perjuangan, maka dari tanpa adanya kemauan untuk berjuang, seorang manusia (sebagai warga negara) tidak akan melaksanakan sesuatu yang berkaitan dengan segi kemanusiaan. Karena etika melakukan pemikiran kritis tentang moral, maka dapat dikatakan bahwa moral adalah bagian dari cabang filsafat yang Bernama etika itu. Sedangkan pengkaji moral, etika selalu mendudukkan dirinya pada sudut yang netral. Ia tidak akan berpihak pada salah satu tipe moral. Kendati demikian, etika akan berusaha menerangkan karakteristik tiap-tiap moral yang dikajinya, selanjutnya terserah kepada masing-masing individu atau pihak masyarakat tertentu untuk memilihnya.

  

Sumber: https://www.utakatikotak.com/Perbedaan-Makna-Pancasila-Sebagai-Dasar-Negara-dan-Pandangan-Hidup

5. Pandangan Hidup

Hasil pilihan atas moral yang telah dikaji etika secara kritis tersebut diharapkan menjadi moral dari pribadi

atau masyarakat yang memilikinya. tentu saja moral yang dipilih melalui proses pengkajian tersebut telah berbeda kualitasnya. Dalam hal ini, satu unsur yang membedakannya, yaitu adanya kesadaran yang penuh atas pilihan itu.

Simpulannya:

1. Jika kita bicara nilai, norma, moral, etika dan pandangan hidup, nampak erat sekali hubungannya seakan-akan suatu rangkaian yang sulit dipisahkan, sebab antara satu dengan lainnya sangat melengkapi untuk dilaksanakan oleh setiap manusia (warga negara) dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dalam suatu negara.

2. Apabila kita berbicara tentang nilai dalam hal ini berarti kita bicara tentang penilaian atau sesuatu yang paling baik untuk diwujudkan dalam sikap dan perilaku oleh setiap manusia (warga negara).

3. Usaha untuk mewujudkan nilai, misal nilai dasar selalu melalui proses dalam bentuk norma (sebagai nilai instrumental) yang mana norma ini selalu menuntut setiap manusia (warga negara) untuk menaati.

4. Bicara tentang moral dan etika ini hubungannya sangat erat sekali, sering keduannya dianggap sama.

Namun sebenarnya keduanya memiliki perbedaan. Moral merupakan suatu ajaran atau wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana mausia harus hidup dan bertindak menjadi manusia yang baik (Kaelan, 2002:180). Adapun etika, adalah suatu cabang filsafat, yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentan ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Kramer, 1988, Darmodihardjo, 1966 dalamKaelan, 2002:180).

5. Dengan pandangan hidup yang jelas dan mantap, maka suatu bangsa (indonesia) termasuk warga negaranya akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana suatu bangsa itu mengenal dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, yang menyangkut segala spek kehidupan.

 

*) Guru Mapel PKn di SMAN 1 Pangalengan, aktivis masjid, pengamat social politik

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ISSN. 0216-7018. Mimbar 76/XIII/1995/6.Mimbar Pemasyarakatan dan Pembudayaan P4.

A. Kosasih Djahiri, A. Azis Wahab. 1996. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Jakarta: Depdikbud.

Dardji Darmodihardjo. Mimbar 76/XIII/1995/6. Pengertian tentang Nilai, Norma, Moral, Etika dan Pandangan Hidup. Manggala BP7.

Hassan Suryono. 2005. Pancasila Progresif. Surakarta: Pustaka Cakra.

Kaelan, H. MS. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Listyo Sukamto. 1994. Etika Pancasila dan 36 Butir P.4. Surakarta: UNS Press.

Pramuda. L. 1995. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Surakarta: UNS.

Sri Haryati. dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Surakarta: PSG Rayon 13.

Sumarjo Wreksosoehardjo. 2004. Pancasila sebagai Etika Politik. Surakarta: UNS.

Winarno, S.Pd, M.Si. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara.

Suyatno. 2024. "Nilai, Norma, Moral, Etika, dan Pandangan Hidup Perlu Dipahami oleh Setiap Warga Negara dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara." Bandung: Sebuah Tinjauan terhadap Abstrak Suyatno.

23 komentar:

  1. mantap Pak /Bu. (M.Farrel Aqil kelas XI.E1

    BalasHapus
  2. mantap keren banget

    BalasHapus
  3. 🔥🔥🔥

    BalasHapus
  4. makasih bapak literasinyaa

    BalasHapus
  5. Khaila Desari (XI - D2)

    BalasHapus
  6. Bangga menjadi warga negara indonesia (ALY NURMUHAMAD ALFARIZ X.A)

    BalasHapus
  7. Mari kita amalkan isi dari literasi ini sebagai warga negara yang baik
    #KawalPutusanMK

    BalasHapus
  8. Terimakasih untuk literasi pagi ini sangat bermanfaat

    BalasHapus
  9. Sangat bermanfaat sekali literasinya, terimakasih

    BalasHapus
  10. sangat bermanfaat untuk kita para pemuda pemudi penerus bangsa dengan penting nya nilai moral, norma, etika, padangan hidup dan lain sebagainya, terimakasih!

    BalasHapus
  11. cihuyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy welllllllllll

    BalasHapus
  12. mantaff, lanjutlan

    BalasHapus

ENTERPRENEURSHIP

  “JANGAN PERNAH ANGGAP ENTENG PRAKARYA! BERIKUT INI JENIS DAN MANFAATNYA” Oleh: Dadan Triatna, SE., S.Pd *)   Prakarya merupakan kegi...