Maaf
Sumber: https://id.pinterest.com/aienahaikal/gambar/
Sebenarnya ada rasa menyesal menyelimuti hatiku, apalagi saat kukenang masalah itu, aku belum sadar ataupun mengerti apakah aku masih bisa di katakan anak yang berbakti?? Ataukah anak durhaka bagi orang tuaku…………?
Di pembaringan malam ini kutengok wajah adik bungsuku yang elok, ada rasa cinta yang tulus ikhlas telah aku rasakan, rasa senang yang tak terhingga menyelimuti tubuh ini.
”sungguh dia adik yang terbaik yang kau berikan kepadaku Ya Allah”, ucapku dalam hati.
Ku rebahkan tubuhku disampingnya, dan ku dengarkan setiap tarikan nafasnya, kucoba untuk memejamkan mataku di malam yang dingin itu, namun Entah kenapa, ingatan masa lalu tiba-tiba kembali menari-nari di otakku.
Ketika itu umurku sudah menginjak 18 tahun, aku adalah seorang anak dari seorang buruh petik teh, dan aku mempunyai 3 saudara dalam rumah, akulah yang tertua, sedang adik bungsuku masih berumur 1,5 taun. Aku masih bersekolah di kelas 12 sebuah sekolah negeri yang bernama SMAN 1 Pangalengan di Kabupaten Bandung. Satu harapanku yaitu setelah lulus nanti aku ingin sekali kuliah di perguruan tinggi yang aku favoritkan. Dan harapan itu pun aku sampaikan kepada orang tuaku.
“Pak, kalo Ulfi lulus nanti, Ulfi bolehkan kuliah???”,kataku disaat itu.
“emang, kamu mau kuliah dimana neng?”, bapakku menjawab sambil merebahkan tubuhnya.
“Di UNPAD pak, di fakultas Pertanian, disana dah ada jurusan Agroteknologinya, jadi bisa sekalian ngembangin ilmu pertanian di sini nanti kalau dah lulus”, jawabku sambil bersemangat.
Bapakku hanya diam mendengar penuturanku,namun ada sedikit guratan keraguan di wajahnya, dan akhirnya beliau hanya berkata, “Liat nanti saja neng”.
Ada rasa kurang puas yang aku dapatkan saat itu, namun aku hanya bisa diam dan menunggu kepastian dari orang tuaku, tanpa mengeluh dan meminta minta. Namun, aku tidak bisa membohongi perasaanku di kala itu, ada rasa iri yang kurasakan setiap kakak kelasku, datang ke sekolah sambil menceritakan pengalaman mereka kuliah.
“Ya Allah engkau selalu memberi kemudahan bagi hambamu untuk mencari jalan-Mu, maka tolong berikan kemudahan untukku untuk dapat belajar lebih dalam tentang beragam ilmu-Mu, dan dapat membanggakan oran tua, amin…..”, doa yang tak pernah henti-hentinya selalu aku ucapkan selesai sholat tahajudku.
Hari Kamis tanggal 19 Juni 2014,hari itu aku dan teman-temanku bertugas untuk membersihkan sekolah, karena pada hari Sabtu nanti akan digunakan untuk acara pengambilan raport semester genap oleh orang tua/wali murid.
“Ulfi, di panggil ma Pak Iyep tuh, disuruh ke kantor”, teriak Yudha ketua kelasku
Tanpa basa-basi aku segera merapikan perkakas dan bergegas menuju ke ruang kantor. Dan kulihat, disana semua guru sedang merapikan raport yang akan dibagikan. Sempat sedikit linglung aku saat itu, gara-gara Linda mengagetkanku.
“Ulfi, sini ”,Pak Iyep memanggilku.
“wios didieu wae pak ! ada apa sih,pak”,jawabku sedikit ketus kepada guru Biologiku yang memang terkenal killeritu. Namun dengan sabar beliau tersenyum dan memberikan selembar sertifikat kepadaku. “Nih, selamat ya kamu dapat juara 1 sekabupaten Bandung oliempiade Biologi kemarin”, kata pak Iyep sambil tersenyum kepadaku.
“Hah, beneran pak , masakkkkkkk, Ya Allah trimakasih”, jawabku sambil kegirangan dan mencium tangan guruku itu. “Husssssssttttttttt, diam!!!!, harap tenang!!!!!”, Pak Suharsono guru matematika yang paling galak di sekolah ini tiba-tiba memukul kepalaku dengan tangannya. Sedetik itu pula aku langsung terdiam terpaku tak berkutik.
“Dasar anak tolol, dah tau ini kantor, masih bikin ribut aja!”, untung ada pak Iyep, kalau gak ada, aku pasti diceramahin sampe melar nih telinga”, umpatku dalam hati. Dengan senyum-senyum yang gak jelas aku memberi isyarat pada pak Iyep untuk minta izin keluar dari kantor dan isyarat minta maaf pada pak Suharsono, namun sebelum kena semprotan lebih baik aku segera ngluyur keluar..
“Wah ada yang lagi dapat rejeki nih bagi-bagi dong, hadiahnya………”, teriak Linda, saat melihatku keluar dari kantor sambil nyengar-nyengir gak karuan. Dan semua matapun menatapku penuh harap.
“Hah, sory neng kapan-kapanaja ya…, biasa lagi bokek “sakukurata”, jadi harap dimaklumi..”, kataku sambil menahan tawa.
“Yaaaaaaaaahhhhhhhhhh………..”, suara kecewa mereka membuatku semakin geli, tak tertahankan, namun akupun merasa sangat senang di saat dan aku berniat untuk memberitahukan penghargaan ini kepada orang tuaku setelah pengambilan raport nanti.
Sabtu ,21Juni 2014, Hari yang paling aku tunggupun datang, orang tuaku pulang dari mengambil raport di sekolah, dengan perasaan kebat-kebit aku dan adikku membuka raport itu…… “Yeeeee…….,,, aku dapat juara satu”, kataku sambil kegirangan, orang tuaku hanya terdiam mendengar ucapannku mereka lebih focus pada adikku yang paling kecil, sedang Putri adik perempuanku cuma bisa diam karena dia hanya mendapatkan rangking 3. Hehehehe
Dengan sedikit keberanian aku mulai mendekati bapakku, beliau sedang memperhatikan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga ini yaitu adik bungsuku bermain dengan mainan barunya, namanya Reza. “Pak, nilaiku naik semuanya ya… apa lagi Biologi, aku dapat nilai sempurna ulangan kemarin, rapotku juga, Biologinya dapat 100, pokoknya nilai tertinggi Biologi,hehehe”, kataku kepada beliau.
“He’em”, jawabnya begitu singkat dan sederhana, dengan keberanian lebih tinggi aku mulai berkata lagi, “Ooya pak, liat nih, aku dapat penghargaan lagi, aku juara 1 oliempiade Biologi tingkat kabupaten Bandung hahahaha, untungnya kemaren aku sering diskusi sama pak Iyep, jadi dapat mempermudah mengerjakan soal”, kataku sambil menunjukkan sertifikat pada bapakku
“ooo baguslah”, jawab beliau singkat dan hanya melihat sertifikat itu sekilas. Dan kembali memperhatikan adikku. Aku tahu hal itu memang yang selalu beliau tunjukkan kepadaku semenjak aku kecil, sikap cuek yang tak pernah berubah, namun aku senang bisa melihat orang tuaku bahagia walaupun hanya dengan prestasi yang masih belum membekas dalam sanubari mereka.
“Mmmm pak, Pak Iyep, pernah cerita sama aku, katanya di fakultas Pertanian Unpad itu bagus, disana juga bisa memperdalam banyak hal tentang pertanian dan perkebunan, daerah kita nanti butuh banget ahli pertanian, boleh gak aku kuliah disana!”, ucapku tanpa pikir panjang.
“Hussstttt neng, bapakmu lagi capek dah sana ke kamar aja!”, ibuku menasihati
“Tapi aku cuma pingin nyampein keinginanku bu, aku kan dah kelas 12 dan sebentar lagi bakal lulus”,omelku saat itu.
“Diam semua…. Jangan ribut!!!!!!!!”, tiba-tiba bapak membentakku, semua yang ada di rumah itu menjadi kaget dan panik, termasuk adikku bungsuku menangis dengan kerasnya. Aku hanya bisa diam disana.
“Ulfi, kuliahaja pikiranmu, liat ekonomi bapak, bapak itu tidak hanya membiayai kamu, adik-adikmu pun perlu biaya, apalagi Reza untuk membeli susunya saja bapak sudah kerepotan kamu sekarang keukeuh minta kuliah,,, biaya darimana atuh neng!!!!!!!!!!!!!!”, bentakan bapakku yang semakin membuatku hanya bisa diam.
Aku hanya bisa diam dan menahan tangisan dihatiku, padahal aku tidak pernah meminta apapun sejak aku kecil, tapi kenapa satu saja permintaanku harus membuat semuanya jadi begini…
Ku hanya bisa menangis di pojok kamarku, aku merasa sangat terpukul atas perkataan orang tuaku itu, “mengapa mereka menjadikan anak-anaknya sebagai beban, banyak kok orang yang tidak mampu didunia ini, tapi mereka masih bisa menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi, kenapa Ya Allah, engkau tidak mengabulkan doaku……. Kenapa???
” Aku hanya terus mengeluh disaat itu, dan sejak itu aku merubah semua sikapku kepada orang tuaku dan semua orang disekelilingku. Aku tidak perduli, aku memang anak yang egois, tapi aku sudah tidak memikirkan itu semua. Aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan dengan caraku sendiri.. itu yang selalu membuatku tetap semangat, ya alasan untuk bisa kuliah.
Hingga pada suatu saat, aku nekat untuk kabur dari rumah, karena sudah tak tahan mendengar keluhan orang tuaku tentang uang, uang dan uang. “Apa gunanya aku disini hanya menjadi beban untuk mereka, dan mendengar ocehan mereka tentang keinginanku untuk tetap kuliah”, keluhku dalam hati. Tapi tanpa kusadari ternyata orang tuaku khawatir dan mencariku disemua tempat dan bertanya kepada semua teman-temanku. Hingga akhirnya, aku hanya bisa menangis melihat mayat mereka terbujur kaku dihadapanku, ya kecelakaan itu telah merenggut nyawa mereka, ketika orang tuaku tidak focus dijalan depan terminal Pangalengan dan sebuah truk pengangkut pupuk menyerempet mereka dari belakang, dan akhirnya kematian yang terjadi, aku hanya bisa menangis dan menangis menyesali semua perbuatanku, aku memang anak yang tidak berbakti, sedikit terlintas perkataan ayahku disaat nafas terakhirnya
“maafkan bapak neng, ba.. bapak ti.. tidak bisa membuat.. mu bangga, tapi se.. sebenarnya bapak se..ssenang kalo bi..ssa nguliahin ka..kamu, dida..lam ta..tabungan ba..ppak ada u..uang yan..gg bappak per..siapkan bu..buat kamu kuu..liah.. , maafkan ba..pak kare..nna membuatmu.. sallah pa..ham dan b..uat ba..ppak ban..gga neng.. , adik..adik mu a..akan di..urus oleh bi..bimu, kee.kkejar m..mimpimu n..neng, la… laa illa.. ha.. illalahhhh”
“Teh Ulfi, bangun jadi kita pergi”, suara adikku membangunkan aku dari tidurku, dengan lembut dia mengajakku sholat berjamah shubuh dahulu, dan kemudian berangkat ke tempat yang kami tuju, ya… di pemakaman orang tuaku, di depan batu nisan mereka aku hanya bisa menyesali perbuatanku dan meminta maaf , dalam hati aku hanya bisa mengucapkan terimakasih yang mungkin sudah terlambat.. dan doa yang bisa ku panjatkan… Pangalengan, Medio Juni 2014
*) Dikutif dari “Merdeka Berbahasa XI” roes-Maxmedia-Bandung