AIR MATA WANITA
“Kelemahan
yang Menjelma Kekuatan dan Seni Coping Ilahi”
Oleh:
Yuli Yulianti, S.Pd *)
Sejak mula dunia berputar, ada misteri abadi yang menyelimuti sepasang mata. Bukan rahasia yang terkunci rapat, melainkan rahasia yang mengalir bening, hangat, dan tak terduga: air mata seorang wanita. Air mata itu, yang sering disalahpahami sebagai kelemahan tanpa sebab, sesungguhnya adalah titik temu antara kekuatan tersembunyi dan kasih sayang tak berbatas. Sebuah anugerah yang disematkan Sang Pencipta, bukan sebagai tanda rapuh, melainkan sebagai katup penyelamat, bukti keperkasaan, dan sungai kehidupan yang senantiasa mengalirkan kesabaran, cinta, dan kebijaksanaan.

Sumber: https://ytprayeh.com/filosofi/p-01659629d09791b/air-mata
Suatu Ketika, ada seorang anak laki-laki bertanya
kepada ibunya. “Ibu, mengapa ibu menangis?”. Ibunya menjawab, “sebab, ibu
Adalah seorang Wanita, nak”. Aku tak mengerti kata si anak lagi. Ibunya hanya
tersenyum dan memeluknya erat. “Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti…”
Kemudian,
anak itu bertanya pada ayahnya, “Ayah, mengapa ibu menangis? Sepertinya ibu
menangis tanpa ada sebab yang jelas?” Sang ayah menjawab, “semua Wanita memang
menangis tanpa ada alasan”. Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya. Lama
kemudian, Si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa
Wanita menangis.

Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=2483289661783232&id
Pada suatu
malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan “Ya Allah, mengapa Wanita mudah
sekali menangis?”
Dalam
mimpinya, Tuhan menjawab, “Saat kuciptakan Wanita, Aku membuatnya menjadi
sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan
isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan
kepala bayi yang sedang tertidur. Kuberikan Wanita kekuatan untuk dapat
melahirkan, dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau seringkali pula ia kerap
menerima cerca dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya
tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa. Pada
Wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat keluarganya, walau letih, walau
sakit, walau Lelah tanpa berkeluh kesah. Kuberikan Wanita, perasaan peka dan
kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya dalam kondisi apapun dan dalam
situasi apapun. Walau tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai
hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang
terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat
didekap dengan lembut olehnya. Kuberikan Wanita kekuatan untuk membimbing
suaminya, melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab,
bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak
terkoyak? Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan
pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik Adalah yang tak pernah melukai
istrinya. Walau seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan
yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar saling melengkapi dan
saling menyayangi. Dan akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan
perasaannya. Inilah yang khusus kuberikan kepada Wanita, agar dapat digunakan
kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki Wanita walaupun
sebenarnya air mat aini Adalah air mata kehidupan."

Sumber:https:// /tahukah-kamu-dari-mana-air-mata-berasal.html
Kisah spiritual yang menyentuh ini menawarkan perspektif yang kuat
mengenai peran emosional wanita, yang dapat dianalisis melalui lensa psikologi
modern, khususnya dalam konteks psikoneuroimunologi dan psikologi
klinis.
1. Air Mata sebagai Mekanisme Koping dan Katarsis
Narasi menyebutkan bahwa air mata diberikan agar wanita dapat
"mencurahkan perasaannya." Dalam psikologi, air mata emosional (air
mata yang disebabkan oleh stres, emosi, atau rasa sakit) mengandung protein dan
hormon stres tertentu, seperti prolaktin dan ACTH. Proses
menangis berfungsi sebagai katarsis atau pelepasan, secara harfiah
mengeluarkan bahan kimia stres dari sistem tubuh. Hal ini menjelaskan mengapa
setelah menangis hebat, seseorang sering kali merasa lebih lega dan secara
psikologis lebih stabil.
2. Beban Ganda dan Resiliensi Hormonal
Teks ini menggambarkan tuntutan peran yang luar
biasa: menahan beban dunia sambil tetap lembut, melahirkan, merawat tanpa
berkeluh kesah. Ini menciptakan tingkat stres kronis yang tinggi.
- Resiliensi (Daya Lenting): Air mata di
sini bukan kelemahan, melainkan alat resiliensi yang memungkinkan wanita
untuk "tetap bertahan, pantang menyerah." Ini adalah cara alami
tubuh mengatur homeostasis emosionalnya.
- Perbedaan Gender Biologis: Penelitian
menunjukkan bahwa wanita cenderung menangis lebih sering dan intens
daripada pria, yang sebagian disebabkan oleh perbedaan kadar hormon prolaktin
yang lebih tinggi pada wanita, yang secara biologis merangsang produksi
air mata. Penjelasan spiritual bahwa air mata adalah "kelemahan yang
dikhususkan" dapat diinterpretasikan secara ilmiah sebagai anugerah
biologis yang membantu mereka mengelola kompleksitas beban emosional dan
peran sosial.
Sumber: https://helloborneo.com/2023/07/19/sex-tidak-sama-dengan-gender/
3. Emosi Peka dan Kecerdasan Emosional (EQ)
Narasi menyoroti "perasaan peka dan kasih
sayang" serta "kebijaksanaan" untuk membimbing.
- Kecerdasan Emosional: Kepekaan dan
kebijaksanaan ini adalah inti dari Kecerdasan Emosional (EQ) yang
tinggi. Kemampuan untuk mencintai dalam kondisi apapun dan memberikan
pengertian menunjukkan empati, regulasi emosi, dan keterampilan sosial
yang luar biasa.
- Peran Pelindung: Penggambaran
tulang rusuk yang melindungi jantung dikaitkan dengan peran wanita sebagai
pelindung emosional dan spiritual bagi suaminya, menunjukkan kemampuan
untuk mendukung dan menavigasi kesulitan hubungan (relationship coping),
yang memerlukan tingkat kematangan psikologis yang tinggi.
Maka, setelah tirai makna tersingkap, kita menyadari bahwa air mata
bukanlah kelemahan, melainkan manifestasi agung dari cinta yang berkorban. Air
mata Ibu adalah tetesan kebijaksanaan dan keikhlasan yang telah membasuh
kepedihan, merawat harapan, dan menegakkan tiang keluarga. Ia adalah peta
menuju pemahaman sejati tentang kekuatan non-agresif yang dianugerahkan Ilahi.
Dekatilah Ibu, dengarkan cerita tanpa kata dari air matanya, karena di sanalah
kehangatan surgawi bersemayam. Bukan hanya surga yang dijanjikan, tetapi surga
emosional dan ketenangan batin yang kita temukan dalam dekapannya yang tulus
dan abadi.

Sumber: https://ormawa.stainupa.ac.id/2025/01/01/cinta-tanpa-batas-kisah-kasih-ibu-
Kasih Ibu itu seperti lingkaran, tak berawal dan tak berakhir. Kasih ibu
itu selalu berputar dan senantiasa meluas, menyentuh setiap orang yang
ditemuinya. Melingkupinya seperti kabut pagi, menghangatkannya seperti Mentari
siang, dan menyelimutinya seperti Bintang malam (Art Urban).
*). Konselor di SMAN I Pangalengan, pemerhati masalah sosial remaja
Sumber :
Muzaki, A. (2004). E Book Motivasi Net. Kee Book
Creator pro.
https://gemini.google.com/app/3d9be68785e2fe83


Tidak ada komentar:
Posting Komentar