Perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang digagas oleh Lembaga Lingkungan Hidup Dunia (UNEP) tanggal 5 Juni 1972 ( 53 tahun yang lalu). Pada tahun 2025, tema yang dicanangkan adalah #BeatPlasticPollution, yakni upaya mengakhiri polusi plastic global!!

Rabu, 04 Juni 2025

HUMANICA

 


"Ketika Moralitas Diuji oleh Modernitas"

Oleh: Erna Nurfaulina, S.Pd. *)


Di tengah gemerlap dunia modern, di mana teknologi seakan menjadi dewa baru dan informasi datang tanpa henti, ada satu hal yang diam-diam mulai meredup: moralitas. Kita hidup di zaman yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, keberagaman, dan perkembangan teknologi. Namun, tanpa kita sadari, nilai-nilai dasar seperti kejujuran, empati, sopan santun, dan rasa tanggung jawab mulai terkikis, tergeser oleh tren dan budaya instan yang menjadi ciri khas era sekarang.

 
Sumber: https://depositphotos.com/id/photos/moralitas.html

Modernitas membawa banyak manfaat. Teknologi memudahkan akses pendidikan, komunikasi menjadi tanpa batas, dan banyak peluang baru tercipta di berbagai bidang. Namun, kemajuan ini tidak selalu seiring dengan kemajuan dalam sikap dan perilaku. Kemudahan yang ditawarkan dunia digital, misalnya, justru seringkali membuat manusia lupa cara menjadi manusia. Bersembunyi di balik layar, orang bebas berkata kasar, menghakimi, menyebar hoaks, bahkan merendahkan orang lain tanpa rasa bersalah.

Dulu, sopan santun adalah hal utama yang diajarkan sejak kecil. Sekarang? Banyak yang merasa lebih penting untuk menjadi populer daripada bermoral. Ucapan yang santun dianggap terlalu “lembek”, sikap hormat dianggap “jaim” (jaga image), dan perilaku sopan kerap dikira tidak keren. Padahal, nilai-nilai seperti itulah yang justru menjadi penopang hubungan sosial, bahkan jauh sebelum era digital hadir.

Moralitas bukan sekadar tata krama atau formalitas sosial. Ia adalah kompas batin yang menuntun seseorang dalam mengambil keputusan dan berinteraksi dengan orang lain. Tanpa moralitas, manusia akan mudah terjebak dalam kepentingan pribadi, kebebasan yang tanpa batas, bahkan perilaku merugikan orang lain. Inilah yang sering kita lihat sekarang: kebebasan yang tidak disertai tanggung jawab.

 
Sumber: https://depositphotos.com/id/photos/moralitas.html?qview=488262638

Tantangan moral di era modern tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri kita sendiri. Dunia digital membentuk budaya instan—semua serba cepat, serba praktis, dan serba bisa diakses dalam hitungan detik. Maka, kesabaran menjadi barang langka. Orang ingin sukses secepat mungkin, ingin viral dengan cara apa pun, ingin diakui tanpa perlu proses. Di sinilah godaan untuk "mengakali" nilai moral mulai muncul: mencontek demi nilai, berbohong demi citra, bersikap kasar demi sensasi.

Namun apakah ini harga dari modernitas? Tentu tidak seharusnya. Modernitas seharusnya memberi kita peluang untuk menjadi manusia yang lebih baik—bukan hanya lebih canggih secara teknologi, tapi juga lebih bijak secara hati. Justru di tengah arus deras kemajuan, manusia perlu semakin kokoh memegang nilai-nilai moral. Tanpa itu, kita hanya menjadi makhluk modern yang kehilangan arah.

 Sumber: https://www.kompasiana.com/lizahalizah/637c7e799566066cc55d5bc2/penanman-nilai-moral

Pendidikan nilai menjadi kunci penting. Literasi bukan hanya soal membaca dan menulis, tapi juga membaca zaman dan memahami nilai-nilai kehidupan. Di sinilah peran keluarga, sekolah, dan lingkungan sangat penting. Anak muda perlu dikenalkan kembali pada nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, kejujuran, toleransi, dan rasa hormat. Tapi cara penyampaiannya juga harus relevan dengan zaman—tidak kaku, tidak menggurui, dan tidak membosankan.

Media sosial, misalnya, bisa menjadi alat untuk menyebarkan pesan moral. Banyak kreator konten muda yang kini mengangkat tema edukatif dengan cara yang ringan dan menghibur. Ini contoh positif bahwa moralitas dan modernitas bisa bersanding, bukan saling mengalahkan. Teknologi juga bisa menjadi alat untuk membangun empati, memperluas wawasan, dan mempererat koneksi antarmanusia—asal digunakan dengan bijak.


 Sumber: https://penajamkab.go.id/etika-bermedia-sosial/

Kita juga perlu menyadari bahwa menjadi bermoral di zaman sekarang memang tidak mudah. Ada tekanan sosial, ada godaan popularitas, ada tantangan untuk tetap idealis di tengah realitas yang kompleks. Tapi justru karena itu, orang-orang yang tetap memegang nilai-nilai moral menjadi sangat berarti. Mereka adalah pengingat bahwa di dunia yang bising ini, masih ada suara hati yang berbicara.

Menjadi manusia modern bukan berarti melupakan akar. Kita boleh terbuka terhadap budaya global, berpikir kritis, dan berinovasi. Tapi jangan pernah lupa bahwa identitas kita sebagai manusia tetap berakar pada nilai: menghormati sesama, menjaga integritas, memiliki empati, dan berani bertanggung jawab atas tindakan sendiri. Nilai-nilai ini tidak usang—justru menjadi sangat relevan untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin rumit.

 
Sumber: https://www.kompasiana.com/iqbalanggiayusuf1711/65cfe849c57afb67410addd3/empati-

Pada akhirnya, moralitas bukan sekadar aturan, tapi fondasi untuk hidup yang lebih manusiawi. Dunia mungkin terus berubah, tapi manusia tetap butuh kehangatan, kejujuran, dan rasa hormat. Ketika teknologi semakin canggih, hati nurani justru harus makin tajam. Karena di dunia yang serba cepat, orang yang tetap teguh memegang nilai-nilai kebaikan adalah mereka yang benar-benar kuat.

 *) Guru Pendidikan Pancasila di SMAN 1 Pangalengan, Ibu rumah tangga pemerhati masalah social kemasyarakatan

**) dari berbagai sumber

Selasa, 03 Juni 2025

ECONOMICVIEW

 

Usaha-Usaha yang Relatif Terbebas dari Pengaruh AI

( Usaha VS Ai)

Oleh: Iwan Dwiwan, S.E *)


Di era digital saat ini, teknologi kecerdasan buatan (AI) telah masuk ke berbagai bidang pekerjaan dan usaha. Banyak proses kerja yang dulunya dilakukan manusia kini diotomatisasi oleh mesin cerdas. Namun, tidak semua usaha dapat dengan mudah digantikan oleh AI. Ada beberapa jenis usaha yang masih bergantung pada keterampilan manusia, interaksi sosial, atau nilai-nilai budaya yang unik. 

Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) mulai mengambil alih banyak bidang pekerjaan manusia. Mulai dari pabrik, perbankan, hingga pelayanan publik — semuanya mulai dipermudah oleh mesin cerdas. Tak sedikit orang yang mulai khawatir.

 

Sumber: https://teknik.uma.ac.id/2020/07/07/apa-itu-artificial-intelligence/

Yang menjadi pertanyaan apakah semua usaha akan tergantikan oleh AI?

Namun, kenyataannya tidak semua bisa digantikan oleh teknologi. Masih ada usaha-usaha yang bertahan bahkan semakin bernilai karena mengandalkan sesuatu yang tidak dimiliki AI yaitu hati, empati, kreativitas, dan sentuhan-sentuhan tangan  manusia. Berikut adalah beberapa usaha yang diperkirakan tetap bertahan bahkan berkembang, meskipun AI semakin canggih, Diantaranya :

1.    Usaha Kreatif dan Seni

AI mungkin bisa membuat gambar atau musik, tapi tidak bisa sepenuhnya meniru jiwa, emosi, dan keunikan ekspresi manusia. Usaha seperti: Lukisan dan ilustrasi manual, Desain produk handmade, Musik dan pertunjukan live, Teater dan seni tari. semuanya membutuhkan sentuhan dan kreativitas manusia yang orisinal.

2.    Kuliner Tradisional dan Jajanan Lokal

Robot mungkin bisa memasak, tapi rasa masakan yang dibuat dengan cinta dan pengalaman tangan manusia tetap sulit ditandingi. Masakan tradisional atau jajanan lokal seperti Nasi liwet, rendang, gudeg, Kue tradisional seperti klepon, lemper, Minuman herbal dan jamu, masih sangat bergantung pada teknik manual dan resep turun-temurun yang khas.

3.    Layanan Perawatan Tubuh dan Kecantikan

AI belum bisa menggantikan sentuhan, rasa nyaman, dan komunikasi antar manusia dalam layanan seperti: Salon dan barbershop, Spa dan pijat tradisional, Makeup artist, Perawatan kuku dan kulit, Pelanggan lebih percaya dan nyaman jika dilayani oleh manusia yang paham emosi dan kebutuhan mereka.

 

Sumber: https://www.inilah.com/revolusi-ai-pada-layanan-kesehatan-mulai-dari-obat-baru-hingga-operasi

4.    Pendidikan Anak Usia Dini dan Konseling

Mengajar anak-anak, terutama usia dini, serta mendampingi orang dengan masalah emosional tidak bisa digantikan AI. Anak-anak membutuhkan seperti, Sentuhan kasih saying, Empati, Interaksi sosial langsung

Demikian juga dalam konseling, hanya manusia yang bisa memahami perasaan orang lain secara mendalam.

5.    Pertanian dan Peternakan Skala Kecil

Walaupun AI bisa membantu dalam pertanian modern, petani kecil yang menggunakan metode tradisional atau organik masih sangat relevan. Mereka menjaga kualitas pangan lokal dan keberlanjutan lingkungan.

 
https://infokomputer.grid.id/read/124023079/gantikan-petani-china-gunakan-robot-ai-untuk-tanam-dan-panen

Sumber:

Usaha lainya Mari kita lihat beberapa  yang tetap eksis di tengah gempuran teknologi  AI ini:

1.    Kuliner Tradisional

Makanan bukan sekadar soal rasa, tapi juga cerita. Makanan khas daerah seperti gudeg, rendang, atau sate lilit tidak hanya dibuat dengan resep, tetapi juga dengan rasa cinta dan pengalaman. Sentuhan tangan ibu-ibu penjual di pasar atau pedagang kaki lima masih belum bisa digantikan oleh robot.

2.    Kerajinan dan Seni Kreatif

Lukisan, batik tulis, ukiran kayu, hingga karya sastra — semua lahir dari perasaan, ide, dan jiwa penciptanya. AI bisa meniru, tapi tidak bisa merasakan. Nilai seni sejati berasal dari manusia, bukan dari algoritma.

 


Sumber: https://aici-umg.com/article/peran-ai-dalam-pengembangan-industri-kreatif/

3.    Layanan Perawatan dan Kecantikan

Layanan seperti potong rambut, spa, pijat tradisional, hingga rias pengantin sangat mengandalkan interaksi dan kepercayaan. Pelanggan tidak hanya datang untuk hasil, tetapi juga untuk rasa nyaman dan pelayanan personal.

4.    Pendidikan Anak Usia Dini

Anak-anak tidak hanya belajar dari buku, tapi juga dari kasih sayang. Guru TK dan pendidik PAUD tidak hanya mengajar huruf dan angka, tetapi juga memberi pelukan, membangun kepercayaan, dan menanamkan nilai kehidupan — hal-hal yang tidak bisa diajarkan oleh robot.

5.    Pertanian Kecil dan Organik

Petani tradisional masih memegang peranan penting dalam menyediakan makanan sehat dan ramah lingkungan. Mereka merawat tanaman seperti merawat kehidupan — dengan perhatian dan kesabaran yang tak bisa digantikan mesin.

Di balik canggihnya teknologi, manusia tetap menjadi pusat dari segalanya. AI bisa bekerja dengan cepat, tapi manusia bekerja dengan hati. Maka, di era serba otomatis ini, usaha yang melibatkan perasaan, budaya, dan nilai kemanusiaan justru menjadi lebih berharga.

solusi usaha protektif usaha makanan dan yang lainya bagaimana ?

Ketika usaha makanan atau usaha lain mulai terdampak oleh kecerdasan buatan (AI), pelaku usaha tidak harus menyerah. Justru mereka bisa bersikap protektif dan adaptif untuk memastikan usaha mereka tetap bertahan. Berikut ini adalah beberapa solusi protektif yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha makanan dan jenis usaha lain agar tidak tergeser oleh AI. Solusi Protektif bagi Usaha agar Tahan dari Gempuran AI

1.    Fokus pada Keaslian dan Cita Rasa Lokal (Autentikasi Produk)

Usaha makanan bisa menonjolkan keunikan resep tradisional, bahan alami, atau teknik memasak khas daerah. Misalnya: "Nasi Liwet Komplit dengan Resep Nenek Asli Solo" lebih menarik daripada "Nasi Liwet Otomatis". AI bisa bantu memproses data resep, tapi tidak bisa menggantikan rasa otentik yang dibuat dengan cinta dan pengalaman.

2.    Tingkatkan Pengalaman Pelanggan (Customer Experience)

Tambahkan interaksi manusiawi yang hangat, pelayanan ramah, dan suasana tempat yang nyaman. Pelanggan tidak hanya membeli produk, tapi juga pengalaman dan emosi positif. Contoh: pelayan yang mengenal nama pelanggan tetap, memberikan rekomendasi pribadi, atau menciptakan suasana "rumahan".

3.    Gabungkan Teknologi sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti

Gunakan AI atau teknologi hanya untuk efisiensi, bukan untuk menggantikan semua tenaga kerja. Misalnya: pakai aplikasi kasir otomatis, pemesanan online, atau media sosial untuk promosi — tapi tetap jaga sentuhan manusia dalam pelayanan.

 
Sumber: https://aihub.id/pengetahuan-dasar/ai-pengertian-contohnya

4.    Bangun Komunitas dan Nilai Sosial

Usaha yang punya nilai sosial atau berbasis komunitas cenderung lebih tahan. Contoh: usaha yang melibatkan petani lokal, memberdayakan ibu rumah tangga, atau mendukung UMKM sekitarnya. Orang cenderung lebih mendukung usaha yang punya nilai kemanusiaan, bukan sekadar jualan.

5.    Kembangkan Produk Kustomisasi atau Handmade

AI sulit menandingi produk yang unik dan dibuat sesuai pesanan. Contoh: kue ulang tahun dengan desain sesuai permintaan, hampers buatan tangan, sabun herbal racikan sendiri. Ini menciptakan nilai personal yang tinggi, dan sulit digantikan oleh produksi massal berbasis mesin.

6.    Terus Belajar dan Beradaptasi

Pelaku usaha perlu terus belajar keterampilan baru seperti  pemasaran digital, storytelling produk, manajemen SDM da lain-lain. Membangun mental tahan banting dan inovatif akan membuat usaha lebih siap menghadapi perubahan.

 

Sumber: https://aici-umg.com/article/ai-dalam-pendidikan-online/

AI memang hadir dan terus berkembang. Tapi bukan berarti usaha manusia akan musnah. Dengan inovasi, sentuhan personal, dan nilai sosial, pelaku usaha bisa bertahan, bahkan tumbuh lebih kuat. Kuncinya adalah menggunakan teknologi sebagai alat bantu, bukan ancaman, dan tetap mengedepankan sisi manusia yang unik dan tak tergantikan.

 *) Guru Ekonomi dan Kewirausahaan di SMAN 1 Pangalengan, praktisi dibidang manajemen pemasaran dan pengembangan koperasi

**) dari berbagai sumber

 

 

 

 

Senin, 02 Juni 2025

bahaSABUdaya

 

"Suara Hati dan Kebebasan Berpikir"

Oleh: Hj. Ani Haelani, SS., M.Pd., MIL *)


     Kita akan bisa menemukan benang merah antara nilai-nilai yang terkandung dalam QS Yunus ayat 43 dan pendapat Albert Einstein tentang pentingnya berpikir secara mandiri.

QS Yunus ayat 43:

“Dan di antara mereka ada orang yang memandangmu. Padahal Kami tidak menjadikan mata hati mereka dapat memahami, dan tidak pula menjadikan telinga mereka dapat mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

(QS Yunus: 43).

     Makna utama:

     Ayat ini menggambarkan bahwa sebagian orang melihat secara fisik, namun mata hatinya buta — tidak mampu menangkap kebenaran. Ini adalah bentuk kritik terhadap kelalaian berpikir dan ketertutupan hati, di mana manusia diberi potensi akal dan nurani, namun tidak menggunakannya untuk memahami kebenaran.

Pendapat Albert Einstein:

     "Setiap orang yang terlalu banyak membaca dan terlalu sedikit menggunakan otaknya sendiri akan malas berpikir." — Albert Einstein.

Sumber: ttps://www.topbusiness.id/96432/disebut-einstein-keajaiban-dunia-ini

Makna utama:

     Einstein menekankan pentingnya berpikir kritis dan mandiri. Bacaan (informasi) memang penting, tetapi jika tidak diimbangi dengan penggunaan akal secara aktif, maka manusia menjadi pasif dan kehilangan daya nalar. Ini kritik terhadap sikap menelan mentah-mentah informasi tanpa merenung atau mengujinya.    

     Keterkaitan Keduanya:

     Baik QS Yunus ayat 43 maupun pendapat Einstein sama-sama menyoroti bahaya sikap pasif dalam berpikir:

Dalam QS Yunus 43: Mengkritik manusia yang tidak menggunakan hati dan akalnya untuk memahami. Albert Einstein: Mengkritik orang yang hanya menyerap informasi tanpa berpikir kritis.

QS Yunus 43: Menunjukkan degradasi moral dan spiritual akibat kelalaian berpikir. Albert Einstein: Menunjukkan kemunduran intelektual akibat kemalasan berpikir.

QS Yunus 43: Ajakannya: gunakan akal dan hati nurani. Albert Einstein: Ajakannya: gunakan nalar pribadi.

Contoh Premis yang menggunakan "akal dan hati nurani":

"Membantu sesama yang sedang kesusahan adalah kewajiban moral karena itu merupakan bentuk empati dan nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh nurani dan akal sehat manusia."

     Penjelasan:

     Premis ini menggabungkan pertimbangan logis (akal) dan perasaan moral batiniah (hati nurani) dalam menyimpulkan bahwa membantu sesama adalah tindakan yang benar.

Contoh Premis yang menggunakan "nalar pribadi":

"Saya percaya bahwa bekerja keras tanpa mengharapkan hasil langsung adalah cara terbaik mencapai kesuksesan, karena berdasarkan pengalaman saya, hasil yang baik datang dari konsistensi, bukan kecepatan."

     Penjelasan:

     Premis ini lahir dari pengalaman pribadi dan pemikiran mandiri (nalar pribadi), bukan nilai universal atau moral umum. Ia bersifat subjektif dan reflektif terhadap pandangan individual.

     Kebebasan berpikir bukanlah suatu hal yang berbahaya apabila disinergikan dengan suara hati atau fitrah manusia yang dilandasi dengan usaha mencari kebenaran demi kemaslahatan umat manusia. Dalam perspektif syariat, kita mengenal istilah ijtihad, yaitu menggunakan potensi akal secara sungguh-sungguh -- dengan bebrapa persyaratan tertentu -- untuk mengatasi berbagai masalah kehidupan. Rasulullah Saw. menegaskan, "Bila kita berijtihad dan benar, akan mendapat dua pahala; bila kita berijtihad dan ternyata keliru, akan mendapat satu pahala" (HR. Abu Dawud dan Al-Turmudzi).

     Ijtihad dan kebebasan berpikir dapat memunculkan inovasi-inovasi atau karya-karya yang segar juga orisinal yang mampu mencerahkan kehidupan dan peradaban manusia. Akal merupakan anugerah Allah SWT untuk manusia yang tak ternilai harganya.

     Kebebasan Berpikir Tanpa Hati Nurani

     Akal dan pikiran yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia seharusnya bisa didayagunakan untuk menata kelangsungan kehidupan manusia di dunia ini. Di sini, ada "ilmu" dan "iman". Dengan ilmu dan iman, manusia mampu menebarkan kasih sayang, membantu yang lemah, dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Sumber: https://klikmu.co/kemerdekaan-berpikir-pilar-utama-demokrasi-dan-kemanusiaan

     Namun, ada bahayanya jika manusia hanya menggunakan akal sembari mengabaikan suara hati, fitrah, dan iman. Inilah yang disebut rasionalisme, yaitu paham yang mendewa-dewakan akal di atas segalanya. Alih-alih memberi manfaat, kaum rasionalis justru bisa membahayakan kehidupan dan peradaban manusia. Misalnya, hasil karya mereka digunakan untuk hal-hal destruktif yang bisa menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri. Akibatnya, rusaklah tatanan peradaban dan kemanusiaan.

     Sebagai contoh, penemuan bom atom dan nuklir oleh para ilmuwan justru membahayakan kelangsungan hidup umat manusia. Bom atom dan nuklir sering disalahgunakan manusia untuk saling menghancurkan sesamanya melalui perang. Bukankah dua kota di Jepang, yaitu Nagasaki dan Hirosima, pernah luluh lantak oleh keganasan bom atom? Bukankah sudah banyak umat manusia yang menjadi korban keganasan reaktor nuklir dan senjata nuklir? Bukankah nuklir bisa didayagunakan menjadi senjata pemusnah massal yang mengerikan? Sekali tekan tombol, jutaan umat manusia bisa meninggal dalam waktu sekejap! Inilah paradoks manusia modern, dunia modern, dan kemodernan. Karena hanya menggunakan akal tanpa iman, manusia modern semakin terasing dari dirinya sendiri. Lebih ironis lagi, manusia modern bisa mengancam kelangsungan hidup dan peradabannya sendiri.

     Mari kita simak pandangan kalangan antirasionalis seperti diungkapkan Wordsword, seorang penyair, bahwa kondisi hutan di musim semi bisa mengajari kita lebih banyak mengenai manusia, kejahatan, dan kebaikan moral, daripada yang dapat diajarkan oleh para pemikir, cendikiawan, dan sosok arif-bijaksana lainnya. Padukanlah ilmu (pengetahuan) dan sebi secara menawan. Suara hati yang bening senantiasa inklusif, toleran, dan menebar kedamaian. Akan lebih dahsyat lagi kalau suara hati berpadu dengan rasio secara seimbang. Kalangan anti-rasionalis juga beranggapan bahwa emosi lebih tinggi daripada pikiran, hati lebih mulia daripada kepala. Seperti kata psikolog Freud, "Libido lebih baik daripada intelek".

Sumber: https://bestplanterindonesia.com/bagaimana-pikiran-bisa-mempengaruhi-perasaan-dan-emosi/

     Kita layak mengapresiasi pandangan kalangan antirasionalis tersebut. Namun, bukan berarti mereka beranggapan bahwa alat pikir itu buruk atau akal itu jahat. Mereka hanya beranggapan bahwa rasio itu lemah pada kebanyakan manusia di sebagian besar tempat dan waktu karena tidak dilandasi oleh fitrah dan hati nurani. Sebenarnya akal tidak buruk atau salah, tetapi manusialah yang menyalahgunakan hasil-hasil pemikiran dan penemuan akal pikiran  Apabila fitrah dan kebebasan berpikir dapat bersinergi, akan lahirlah karya dan pemikiran luar biasa yang mencerahkan kehidupan dan peradaban manusia.

     Contoh kasus yang menyangkut soal perpaduan kedua variabel tersebut -- rasio dan hati, serta kebebasan berpikir dan fitrah -- bisa kita simak dari ilustrasi Ary Ginanjar Agustian sebagai berikut:

     Di Indonesia, bisnis air mineral atau air putih yang dikemas dalam botol plastik saat ini begitu marak di mana-mana. Kini sudah ada ratusan perusahaan yang bergerak di bidang ini. Pelopornya adalah merek Aqua. Sebelum Aqua diluncurkan, semua orang saat itu tidak pernah menyangka sama sekali bahwa air di dalam botol plastik akan menjadi bisnis raksasa. Mengapa? Mereka, termasuk kita, sudah terbiasa minum air putih di dalam gelas, bukan botol. Minum air di dalam botol tidak pernah terpikirkan. Pikiran kita sudah terbelenggu oleh tradisi minum air di dalam gelas. Tanpa kita sadari, kita ternyata: "tidak merdeka dalam berpikir dan dijajah oleh belenggu tradisi." Walapun air putih selalu kita lihat sehari-hari, kita tidak mampu melihat peluang bahwa orang seringkali membutuhkan air putih sebagai pelepas dahaga di tengah perjalananan. Saat jutaan orang kesulitan mencari air putih, kita tidak bisa melihat peluang raksasa ini, karena "hati" dan "pikiran" kita tertutup oleh kebiasaan dan tradisi.

     Dampak Kebebasan Berpikir

     Sekarang,  marilah kita mencoba melihat sejarah kebebasan berpikir beserta produk dan pengaruhnya pada masa antara abad ke-8 dan ke-13 Masehi yang mengantarkan umat Islam kepada kemajuan sains dan teknologi. Kita juga menengarai terbentuknya peradaban dunia Barat pada abad ke-16 yang dikenal dengan bangkitnya Renaisans, yaitu kelahiran kembali produk budaya Yunani dan Romawi. Gerakan yang bernama Humanisme kemudian mengungkapkan kembali  pemikiran-pemikiran Yunani kuno, seperti pemikiran Aristoteles, Socrates, dan lain-lain. Pengungkapan kembali pemikiran Yunani dan Romawi oleh para penganut Humanisme Barat dapat dijembatani akibat persentuhan Eropa Barat dengan budaya Islam yang pada Abad Pertengahan justru telah berkembang dengan megah dan memasuki Eropa Barat melalui Spanyol.

 
Sumber: ttps://bulir.id/humanisme-posthumanisme-dan-transhumanisme

     Kemajuan peradaban Islam pada masa itu dapat kita lihat dari berkembangnya peradaban budaya di Bagdad, Irak. Kisah "Seribu Satu Malam",  misalnya, menggambarkan Kota Bagdad dengan jalan-jalannya yang lebar, bangunan-bangunan gedungnya yang indah, lampu-lampu yang menyala di malam hari. Sementara pada masa yang bersamaan, Eropa masih merupakan perkampungan-perkampungan yang sangat sederhana. Demikian juga Amerika, masih merupakan perkampungan yang becek, berlorong, dan tidak memiliki gedung dan bangunan yang indah dan megah.

     Menurut Orientalis Inggris, David Braham daam bukunya, "Bagdad in The Middle Ages", pada Abad pertengahan, orang-orang Barat, khususnya dalam dari Kordoba, Spanyol, berbondong-bondong ke Bagdad untuk menuntut ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sangat tepat pernyataan Sejarahwan Mesir, Fahmi Abdel Wassil yang mengungkapkan bahwa jika Makkah dan Madinah merupakan pusat spiritual umat Islam, Bagdad dalam Abad Pertengahan pantas dijuluki sebagai pusat peradaban Islam karena ilmu pengetahuannya berkembang sedemikian pesat.

     Setelah Barat bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran dari dunia Islam, mulailah mereka mengenal peradaban-peradaban maju yang dibangun oleh Mesopotamia, Babilonia, Mesir, Yunani, Romawi, dan Cina. Peradaban Barat pun berkembang pesat, dan kebebasan berpikir memperoleh ruang lebar. Ilmu pengetahuan bergerak maju.

     Tetapi kebebasan berpikir dan berekspresi yang tidak dilandasi dengan fitrah akan melahirkan peradaban yang buruk. Di sini, manusia yang kuat mendindas yang lemah. Akal dijadikan sebagai alat untuk menghancurkan tatanan kegidupan nasyarakat. Sebaliknya, kebebasan berpikir dan kemerdekaan berkreasi yang dilandasi dengan fitrah dan kepekaan hati nurani akan melahirkan inovasi dan karya-karya besar yang mencerahkan. Dengan kebebasan berpikir plus kepekaan hati nurani, setiap orang, kelompok, lembaga, atau perusahaan akan mampu berkreasi dan berbuat sesuatu yang luar biasa dalam kehidupannya.

Ya Khaliq, Engkaulah Yang Maha Berkreasi

Ampunilah kami yang sering berburuk sangka

Ampunilah kami yang selalu iri

Ampunilah kami yang hanya bisa mencaci dan mencela

namun tidak mampu melahirkan karya

yang bermanfaat bagi orang lain

Ya 'Alim, Engkaulah Yang Maha Mengetahui!

Ampunilah kami yang tidak mau belajar dengan tanda-tanda kebesaran-Mu

Ampunilah kami yang tidak mau membaca

siapa diriku sesungguhnya

      "Apakah mereka tidak mengembara di bumi sehingga hati mereka dapat memikirkan sesuatu atau telinga mereka dapat mendengar? Sungguh, bukan mata mereka yang buta, melainkan hatinya yang ada di dalam rongga dada."(QS. Al-Hajj (22): 46).

     Suara hati dan kebebasan berpikir adalah anugerah Tuhan dan kekuatan manusia. Kedua sumber ini menegaskan bahwa berpikir aktif dan sadar adalah ciri manusia sejati. Ketika seseorang tidak berpikir dengan akalnya sendiri, maka ia kehilangan arah moral maupun intelektual, terlalu ketergantungan kepada opini orang lain, atau bahkan menjadi manusia objek yang tidak mandiri atau ikut-ikutan.

     Gunakan hati dan akal untuk mencari kebenaran, bukan hanya menerima apa yang tampak atau terdengar.

 

*) Guru Bahasa Indonesia di SMAN 1 Pangalengan, Koordinator Gerakan Literasi Sekolah, praktisi menulis, ibu rumah tangga pemerhati masalah remaja dan pendidikan

Referensi:

Amri, Masrukhul. 2024. "Hidup untuk Hidup". Bandung: Mizan Media Utama.

Nasution, Ahmad Taufik. 2005. "Metode Menjernihkan Hati". Bandung: Al-Bayan, PT Mizan Pustaka.

Beserta sumber rujukan lain yang relevan.

Sabtu, 31 Mei 2025

INSPIRASI

 Mengenang Prof.Dr.Ing. BJ Habibie ,MSc

Oleh: Ir. Cucu Budiana, MM *)

Mengenang B.J. Habibie berarti mengenang sosok yang memiliki peran besar dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam bidang teknologi dan politik. Ia dikenal sebagai Bapak Teknologi Indonesia dan juga sebagai Presiden RI ke-3. 

 
Sumber: https://arsipmanusia.com/biografi/biografi-singkat-bj-habibie/

Berikut adalah beberapa aspek yang bisa dikenang dari B.J. Habibie:

Kontribusi dalam Bidang Teknologi:

1.     Pengembangan Teknologi Penerbangan:

B.J. Habibie dikenal karena perannya dalam mengembangkan industri pesawat terbang di Indonesia, khususnya pengembangan pesawat N-250, pesawat penumpang pertama yang dirancang dan diproduksi di Indonesia. 

2.     Meningkatkan Industri Penerbangan:

Ia juga berperan dalam meningkatkan industri penerbangan Indonesia secara keseluruhan. 

3.     Penciptaan Rumus Crack:

B.J. Habibie juga dikenal dengan rumus crack yang ia kembangkan, yang merupakan suatu inovasi dalam bidang teknik penerbangan. 

Sumber: https://infografis.sindonews.com/photo/16285/terkait-dunia-penerbangan-4-penemuan-bj-habibie-yang-diakui-dunia-1655427457

Perjalanan Politik dan Kepemimpinan:

1.     Presiden RI ke-3:

B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden Indonesia ke-3 setelah Soeharto mengundurkan diri. 

2.     Reformasi dan Demokrasi:

Masa kepemimpinannya diwarnai dengan berbagai upaya reformasi dan pembaruan demokrasi. 

3.     Tantangan dan Kepemimpinan:

Masa pemerintahan Habibie juga diwarnai oleh tantangan ekonomi dan sosial, termasuk krisis ekonomi Asia. 

4.     Mengembangkan Hubungan Relasi yang Baik:

B.J. Habibie dikenal sebagai pemimpin yang mengutamakan hubungan relasi yang penuh kasih sayang dan penghargaan, bukan hanya fokus pada status kekuasaan. 

 
Sumber: https://theconversation.com/menyisir-jejak-politik-habibie-dan-kontribusinya-pada-demokrasi-dan-gerakan-antikorupsi-di-indonesia-123569

Warisan dan Semangat:

·         Semangat Juang dan Dedikasi:

B.J. Habibie dikenal sebagai sosok yang memiliki semangat juang dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan bangsa. 

·         Inovasi dan Keinginan untuk Belajar:

Ia terus belajar dan berinovasi sepanjang hidupnya. 

·         Peran dalam Pembangunan:

B.J. Habibie memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan industri dan ekonomi Indonesia. 

·         Meninggalkan Warisan Positif:

Ia meninggalkan warisan positif bagi generasi muda Indonesia, khususnya dalam bidang teknologi dan politik. 

 
Sumber: https://www.instagram.com/p/DCVZOSGzZRu/

Kehidupan Pribadi:

Hasri Ainun Habibie:

B.J. Habibie memiliki istri yang sangat dicintai bernama Hasri Ainun Habibie. 

 
Sumber: https://bangka.tribunnews.com/2021/03/16/sosok-istri-habibie

Kegemaran:

B.J. Habibie juga memiliki hobi fotografi dan menikmati berbagai aktivitas di luar ruang lingkup pekerjaan. 

Semangat yang Tak Pernah Padam:

Bahkan hingga akhir hayatnya, semangat dan jiwanya untuk terus berkarya dan berinovasi tak pernah padam. 

*) Guru Fisika SMAN 1 Pangalengan, Pernah Bekerja di IPTN (sekarang PT. Dirgantara Indonesia yang merupakan industry pesawat terbang rintisan Almarhum Prof. Habibie)

**) dari berbagai sumber

HUMANICA

  "Ketika Moralitas Diuji oleh Modernitas" Oleh: Erna Nurfaulina, S.Pd. *) Di tengah gemerlap dunia modern, di mana teknologi ...